SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Selasa, 17 Juli 2012

SYL dan Kampanye Hitam


Menyebut nama Syahrul Yasin Limpo dan kata Narkoba dalam musim pilgub sulsel 2013, setidaknya telah melewati empat sesi.

Sesi pertama bermula ketika SYL keluarkan seruan pada 8 Juni untuk melawan pemberontak yang melawan negara. Lantas, Juru bicara Tim Ilham Aziz, Selle K Dalle menjadikan kata PEMBERONTAK itu sebagai akronim: PEMakai BERat Obat-obataN Terlarang dan nArKotika.Topik: Narkoba.

Sesi kedua adalah, ketika publik Sulsel heboh oleh berita tertangkapnya Syukur Bijak, Ketua Partai Demokrat Kab. Luwu tanggal pada 9 Juni lalu, yang saat itu disangka mengkonsumsi Narkoba jenis sabu-sabu. Beberapa saat setelah itu, muncul juga berita pada satu-satunya media online yang menyandingkan isu Narkoba Syukur Bijak itu dengan isu narkoba Syahrul Yasin Limpo 11 tahun silam. Berita yang menyandingkan itu pun menyebarluas dalam waktu singkat melalui akun twitter salah seorang dosen yang bersimpati pada Figur cagub Ilham-Aziz, dengan status: "MERAWAT INGAT, MELAWAN LUPA". Topik: Narkoba.

Sesi ketiga adalah kampanye hitam, yakni SMS massif pada pertengahan Juni 2012. SMS itu berisi informasi: "sial utk Sulsel. BNN mengincar SYL u/ dijerat KASUS NARKOBA sperti Thn2001. saat itu SYL digrebek dikamar 1009 hotel Sedona bersama...." Topik: Narkoba.

Sesi keempat adalah juga kampanye hitam, yaitu peluncuran majalah The Tabloid edisi pertama yang beredar tanggal 6 Juli subuh (dini hari), dengan judul utama: Gubenur Narkoba, dengan latar belakang karikatur Syahrul Yasin Limpo. Majalah itu tersebar secara misterius di berbagai masjid di Kab. Toraja, Sidrap, Pinrang, Luwu Timur, dan Luwu Utara.Topik: Narkoba.

Kampanye hitam untuk menjelek-jelekkan pribadi dan mengumbar fitnah terhadap Syahrul Yasin Limpo sudah berlangsung secara reguler sejak ketua DPD Partai Golkar Sulsel ini resmi mendapat tantangan untuk berlaga pada Pilgub 2013 mendatang. Kampanye hitam itu antara lain penyebaran stiker Tolak Dinasti Politik Syharul YL, foto SYL dengan mahkota dinasti di kepalanya seperti raja memimpin kapal induk yang dipenuhi foto keluarga dan sahabatnya, foto pengantin SYL menikahi Ina KDI, penyebaran SMS yang menyebut istri Syahrul kena Strok, dan masih banyak lagi.

Kesemua itu, mungkin dilakukan dalam rangka mengubah kesukaan masyarakat kepada Syharul menjadi kebencian. Jika masyarakat membenci Syahrul, maka masyarakat bakal tidak memilih Syahrul pada pilgub Sulsel 2013 mendatang. Tujuan kampanye hitam ini sangat jelas dan terang, yakni mengajak masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung untuk membenci Syahrul.

Saya yakin, kampanye hitam ini terkait niatan Syahrul mencalon diri kembali sebagai Gubernur Sulsel periode kedua. Sebelum ada tantangan dari figur lain, Syahrul Yasin Limpo tidak pernah mendapatkan kampanye hitam seperti ini.

Rilis kampanye hitam untuk Syahrul pun berlangsung secara bertahap (terprogram) dengan topik "SYL dan Narkoba" yang saling terkait dan berkelanjutan dari satu kampanye hitam ke kampanye hitam berikutnya. Ranahnya konsisten, yaitu sisi asusila dalam masyarakat sosial yang disematkan pada sosok pribadi Syahrul Yasin Limpo.
Selengkapnya >>

Rabu, 11 Juli 2012

Jubir : Belum Ada SK

JURU Bicara Partai Golkar Sulsel, Maqbul Halim, mengatakan tugas yang diemban tim pemenangan ini sebagai penanggungjawab atas kemenangan pasangan Sayang di daerahnya masing-masing. Mereka tidak menjadi eksekutor dan bukan mengerjakan operasional.
"Pembentukan tim pemenangan tetap menjadi domain pengurus DPD II Golkar masing-masing kabupaten/kota. Mereka hanya mengkoordinir, eksekusi terbentuknya tim tetap ada sama DPD II," kata mantan anggota KPU Kota Makassar ini.
Namun Maqbul menyatakan nama-nama yang beredar baru sebatas lisan. "DPD I Golkar maupun Pak Syahrul belum pernah membuat satu pun SK tim pemenangan," " kata mantan Anggota KPU Makassar ini tadi malam.

Sumber : Edisi Cetak Tribun Timur
Akses : Rabu, 11-07-2012
Selengkapnya >>

Selasa, 03 Juli 2012

Diserang Iklan TV, SYL Ogah Balas

MAKASSAR, CAKRAWALA – Iklan calon Gubernur Sulsel incumbent, Syahrul Yasin Limpo mulai tayang di televisi nasional. Namun iklan tersebut tidak memuat ajakan mendukung dirinya di Pilgub Sulsel 2013 mendatang.

Walaupun kompetitornya Ilham Arief Sirajuddin-Aziz Qahhar Mudzakkar (IA) telah beberapa kali memasang iklan di beberapa stasiun televisi baik lokal maupun nasional. Namun SYL yang masih akan berpaket dengan Agus Arifin Nu’mang tidak terpengaruh memasang iklan serupa.

Walaupun beberapa iklan IA terkesan menyerang SYL. Iklan mantan Bupati Gowa dua periode ini sendiri memuat dirinya sebagai Gubernur Sulsel dan berupa iklan pariwisata Sulsel. Iklan SYL berupa Visit South Sulawesi 2012 yang merupakan program Pemprov Sulsel dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sulsel.

“Iklan pak gubernur ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan politik. Apalagi mau menyinggung atau menyindir sana sini. Ini murni iklan yang mengeksplorasi potensi Sulsel dan ajakan SYL kepada masyarakat untuk menikmati indahnya pariwisata Sulsel. Ini jauh lebih bermanfaat,” ujar Kepala Biro Humas dan Protokol Provinsi Sulsel, Agus Sumantri, Senin, 2 Juli.

Walau demikian beberapa kalangan menilai iklan tersebut sekaligus dimanfaatkan SYL untuk mengkampanyekan dirinya sebagai cagub. Iklan yang berdurasi 60-90 detik per spot itu sendiri telah tayang di TV One, Global TV dan beberapa televisi swasta lainnya. Materi iklan ini juga dapat dilihat di situs www.youtube.com dengan kata kunci “visit south sulawesi 2012”.

Partai Golkar sendiri menolak jika SYL dikatakan memanfaatkan iklan tersebut untuk kampanye. Juru Bicara Partai Golkar, Maqbul Halim menegaskan bahwa kendati banyak kalangan yang menyebutkan bahwa iklan SYL tersebut adalah soft campaign dalam rangka pilgub, namun mantan anggota KPU Makassar menegaskan jika iklan tersebut murni untuk kepentingan pariwisata di Sulsel.

“Di dalamnya tidak ada menyebutkan bahwa SYL itu kandidat gubernur 2013. Yang ada ajakan SYL agar orang-orang bisa ke Sulsel,” tegas Maqbul. Maqbul juga mengatakan, jika pun itu dikaitkan dengan pilgub, berarti di sinilah kedewasaan SYL. Menurut Maqbul, kendati SYL diserang dengan ragam iklan TV bakal calon tertentu, namun SYL tidak membalasnya.

“Balon kandidat lain di Pilgub Sulsel boleh buat iklan TVC untuk menjelekkan sisi baik Pak Syahrul dan untuk merebut jabatan Gubernur Sulsel. Tim Pak Syahrul tentu tidak membalas, karena iklan mereka itu adalah jati diri mereka sendiri” sindirnya.

Sekadar diketahui, sekitar enam iklan IA yang tayang di televisi nasional dan lokal banyak yang menyindir dan eksistensi SYL secara simbolik. Antara lain iklan “bye-bye masa lalu” dengan latar belakang kapal laut yang diasumsikan sebagai “kapal induk” yang merupakan istilah bagi tim SYL-Agus. Selain itu iklan “stop komandan” yang merupakan plesetan dari tagline SYL “Don’t Stop Komandan”.

“Tapi kita tidak akan menggubrisnya, biarlah masyarakat menilai, mana iklan yang sebenarnya berkualitas dan yang bermanfaat bagi masyarakat Sulsel,” kata Maqbul. (soe)



Sumber : http://cakrawalaberita.com/politik/diserang-iklan-tv-syl-ogah-balas
Akses : Selasa, 03-07-2012
Foto : Giant Palacubang
Selengkapnya >>

Minggu, 01 Juli 2012

ANCAMAN GURITA MINIMARKET MODERN!

Dalam kegundahan menyaksikan menjamurnya aneka Hypermarket, supermarket dan khususnya minimarket, akhirnya saya menuliskan pesan provokatif di fesbuk Ilham Arief Sirajuddin. Tentu saja, ia adalah walikota Makassar dan juga ketua Partai Demokrat Sulawesi Selatan. Tapi, pesan saya ini tertuju kepada dirinya selaku walikota Makassar. Begini saya bilang,

Walikota Makassar gagal melindungi rakyatnya saat ia membiarkan gerai-gerai ALFA MART dan INDO MARET semakin merajalela di tempat di mana banyak warganya melindungi diri dari desakan ekonomi melalui buka kios-kios rumahan. Benar-benar tak punya rasa kepedulian!

Selama seminggu tak satupun merespon pesan saya itu, termasuk si empunya dinding, Ilham Arief Sirjuddin. Setelah tujuh hari kemudian barulah seorang memberi respon. Ia seorang pengajar di Fakultas Ekonomi Unhas. Begini responnya:

Bung Ishak, Mari melihatnya lebih komprehensif. Pertama, dari sisi pemilik, gerai Alfamart dan Indo Maret itu dimiliki oleh pengusaha-pengusaha lokal dalam bentuk franchise. Bahkan mereka lebih diuntungkan oleh jaminan disribusi barang. kedua, dari sisi pekerja atau karyawan, kehadiran gerai ini paling tidak menampung 5-10 tenaga kerja per-unit. Artinya, memberi manfaat dalam penciptaan lapangan kerja. Ketiga dari sisi konsumen, masih perlu dibuktikan apakah gerai ini berkompetisi dangan pasar tradisional atau justru gerai ini menjadi kompetitor dari pasar moderen lainnya seperti Carrefour atau Matahari. Tetapi saya setuju bahwa perlu ada aturan atas keberadaan pasar modern dan kebijakan untuk pengembangan pasar tradisional.

Iming-iming daya serap tenaga kerja dan harga murah

Membaca responnya, saya menjadi senang. Lalu segera saya membalas respon itu seperti ini: Saya sudah melihatnya lebih komprehensif, Bung. Memang, pengusaha lokal bisa turut serta dalam kerjasama model franchise itu, dan modal awalnya paling rendah adalah 300 juta. Soal mereka akan diuntungkan oleh urusan distribusi barang, jelas saja, dengan modal 300 juta itu mereka layak mendapatkannya.

Itu tentu strategi dagang, misalnya Alfamart (PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk) yang memiliki Distribution Center sendiri (DC) yang memungkinkan [melalui MOU dengan produsen] menampung seluruh barang dagangan untuk menjamin distribusi berjalan lancar dari DC ke toko. Namun, dengan model seperti ini, model distribusi barang konvensional yang berlangsung sekarang akan terganggu. Misalnya, rumah warga (pelaku ekonomi mikro/kecil) dengan toko kelontongannya atau kita sebut disini gadde-gadde memperoleh barang dengan tiga cara.

Pertama, dari agen melalui sales yang berkendaraan motor, Kedua, membeli langsung ke toko grosir milik pedagang lokal atau etnis Tionghoa. Dan ketiga, beberapa produk seperti makanan jadi, kue-kue [jalangkote], kripik, manisan buah, nasi kuning dan sebagainya (yang tentu saja tidak diterima di Alfamart maupun Indomaret karena diproduksi di rumah oleh ibu-ibu rumah tangga. Mereka menitipkan jualannya dengan sistem konsinyasi, yang laku saja dibayar. Agen sendiri memperoleh barangnya dari pabrik dan mereka mengantarnya kepada pengecer dengan mobil kampas.

Adapun mengenai statemen anda bahwa satu toko Alfamart bisa membuka 5 - 10 tenaga kerja, maka anda tentu bisa bayangkan juga sudah berapa banyak orang di Makassar ini yang menciptakan sendiri lapangan kerjanya tanpa membebani pemerintah. Gadde-gadde yang jumlahnya ratusan ribu ini merupakan penopang hidup keluarga-keluarga kecil di kota Makassar, dan bila ini merugi dan akhirnya tutup maka keresahan dan kerawanan sosial akan terjadi.

Seperti Walmart di Amerika Serikat yang mottonya Always Low Price, Alfamart juga demikian, belanja puas, Harga Pas. Harga murah memang menjadi target untuk menyedot lebih banyak pelanggan. Tapi, hukum ekonomi meminimalkan pengeluaran dengan keuntungan sebesar-besarnya tentu berlaku. Harga rendah yang ditawarkan di satu sisi selalu menuntut pengetatan di sisi lain, misalnya saja gaji pegawai yang rendah di tengah jam kerja yang panjang, belum lagi pegawai yang beresiko mengganti barang yang hilang dan seterusnya dan seterusnya.

Dan kalau anda bilang, minimarket tidak berkompetisi dengan pasar ‘tradisional’ (saya lebih suka menyebutnya pasar lokal karena menyebut kata tradisional saja sudah menunjukkan betapa rujukan modernisme seolah mendarah daging dalam pikiran ini) tetapi berkompetisi dengan supermarket dan hypermarket maka saya justru menyebutnya bahwa ketiga level market ini (mini: Alfamart dan Indomaret; super: Giant dan Alfamidi; Hyper: Carrefour dan Diamond [kini Lotte]) adalah sedang bersatu padu menghancurkan kekuatan ekonomi kecil dan mikro di Makassar. Padahal sektor ekonomi ini menjadi katup pengaman bagi warga (khususnya berpendapatan rendah) kalau-kalau pekerjaan utama mereka terhenti, semisal pemecatan atau bangkrut.

Memang, ekspansi ritel bermodal besar ini skalanya di Makassar ini belum mengkhawatirkan, tetapi belajar dari sejarah di tempat lain seperti WALMART di Amerika yang telah meluluhlantakkan home industry, toko-toko kelontong, dan mengakuisisi banyak minimarket di sana membuatnya menjadi gurita dan memonopoli bisnis ini. Contoh yang dekat di Tangerang yang mana Alfamart juga sudah menggurita dengan ratusan gerainya dan membuat walikotanya was-was.

Melihat dari sudut bukan-konsumen tapi Ekonomi Politik

Namun, dosen ekonomi Unhas ini menanggapi pemikiran saya dengan mengangkat pendapatnya dari sudut pandang konsumen. Baginya, dari sisi ekonomi, pelaku usaha di bidang distributor atau pedagang yang lebih banyak itu lebih disukai karena mendorong kompetisi diantara mereka. Untuk menjual dengan marjin yang lebih rendah sehingga harga menjadi lebih rendah juga yang secara agregat menguntungkan konsumen. Maka menjamurnya pasar moderen besar sampai yang gerai dari sisi konsumen itu menguntungkan. Tentu menjadi soal bila melihatnya dari aspek kepentingan pedagang skala kecil. Bung Ishak menyebutnya pemilik gadde-gadde atau pedagang [di rumah dan] pasar lokal.

Hanya saja untuk konteks Makassar, lanjut kawan ini, ia tidak terlalu khawatir akan dampak kompetisi toko atau gerai moderen ini, sebab tradisi Makassar adalah tradisi saudagar yang sudah menjadi saudagar global sejak abad ke-16. Sehingga saya menduga tidak mudah bagi toko retail modern menguasai perdagangan di Makassar sebagaimana di Tangerang atau kota lainya. Sebab ada tradisi saudgar yang kuat sehingga memiliki kemampuan berkonpetisi dan bertahan hidup.

Kawan ini justru mengkwatirkan pada sisi produksi, kemampaun masyarakat Makassar untuk produksi atau meningkatkan nilai tambah suatu barang masih perlu upaya yg optimal. Baginya, kita tidak bisa mengandalkan kemampuan menjual barang. Ia menganjurkan kepada pemerintah atau pihak swasta untuk lebih membenahi sektor produksi baik yang berbasis industri besar ataupun industri rumah tangga.

Atas responnya itu, sayapun memberi tanggapan. Dalam hal bisnis, memang konsumen diperebutkan. Siapa kuat dia yang memanen konsumen. Urusan kuat dan tidak kuat itulah bermain ragam elemen kuasa, seperti modal finansial, modal politik, dan modal sosial. Bila anda percaya bahwa saudagar Makassar punya tradisi panjang dan dengan model persaingan apapun ia bisa bertahan, maka itu tentu berlaku pada level besar dan meso, namun rentan pada level kecil dan mikro.

Masalahnya kemudian, persaingan bisnis rupanya bukan hanya persaingan memperebutkan konsumen dengan mekanisme pasar dengan hukum permintaan dan penawaran saja, ia melibatkan unsur lain semisal politik atau ekonomi politik untuk merecoki mekanisme ini. Watak pengusaha ‘minimize cost maximize utilities’ sudah berurat akar pada strategi dan perilaku dagang mereka. Dalam konteks inilah saya memandangnya, saya tidak yakin dan nyaris tak percaya bila perseruan bisnis di level raksasa kemudian bisa menjaga yang kecil dan mikro di pasar maupun di rumah-rumah warga. Ingat, selain kita semua adalah konsumen, banyak dari kita adalah juga pelaku usaha.

Tentu butuh penelitian lebih lanjut untuk membuktikan kedua asumsi ini. Perdebatan mengenai ekspansi mini, super, dan hypermarket yang akan mengganggu eksistensi ekonomi rakyat yang selama ini ada atau sebaliknya juga terjadi di beberapa institusi formal, seperti di lembaga legislatif dan KADIN. Kedua pendapat ini membutuhkan data yang akurat untuk melahirkan satu paket kebijakan yang berpihak pada warga dan bukan hanya pada pengusaha. Kita tak bisa berhenti pada level asumsi belaka. Untuk itu, sebaiknya pemerintah segera melakukan satu riset mendalam sebelum kerawanan sosial yang dikhawatirkan ini benar-benar menjadi nyata.



Dikutip dari Facebook Ishak Salim
http://www.facebook.com/notes/ishak-salim/ancaman-gurita-minimarket/10150226228861867
Akses : Rabu, 05-09-2012
Selengkapnya >>

follow me @maqbulhalim