SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Selasa, 21 Desember 2010

Gunung Rata, Sungai Kering

Pemilukada Toraja Utara 2010 Putaran Pertama
Makassar, 21 Desember 2010

Pemilukada Toraja Utara putaran kedua akan berlangsung 11 Januari 2011. Dua kontestan akan bertarung di putaran berikutnya ini, yakni Soring (SOBAT, nomor 6) dan Dalipang (Y3S Dalipang, nomor 3). Kedua kandidat ini berhasil mengalahkan rival-rivalnya yang diusung oleh partai-partai berukuran besar, seperti Partai Golkar, Partai Demokrat, atau Partai PDI Perjuangan.

Hasil Pemilukada Torut ini memang menambah “varietas” modus hasil Pemilukada yang ada di Sulawesi Selatan. Salah satunya itu, bahwa calon yang diusung partai besar, kalah oleh calon yang diusung oleh partai yang bahkan tak berkursi di DPRD setempat. Y3S Dalipang lolos menjadi calon, bahkan tidak diusung oleh partai politik. Calon nomor urut tiga ini mendaftarkan diri di KPU setempat melalui jalur perseorangan.

Sementara, pasangan calon partai yang berukuran besar tidak berhasil menembus zona peringkat dua besar. Calon Partai Golkar hanya memperoleh 19.274 suara (17,37 persen). Sementara pasangan calon Partai Demokrat dan Partai PDI Perjuangan masing-masing memperoleh 3.546 suara (3,20 persen) dan 8.743 suara (7,88 persen). SOBAT yang diusung oleh Partai PDK, Partai PKPI dan beberapa partai lainnya menempati peringkat pertama dengan perolehan suara 30.236 (27,25 persen). Peringkat kedua ditempati kandidat Y3S Dalipang dengan perolehan suara 27.014 suara (24,34 persen).

Jumlah pemilih terdaftar adalah sebanyak 156.612 pemilih. Jumlah pemilih terdaftar yang datang ke TPS pada hari pemungutan suara pada 11 November 2010 (biasa juga disebut tingkat partisipasi) adalah berjumlah 110.970 orang atau kurang lebih 70 persen.

Karakter masyarakat Toraja Utara juga bisa dibedakan dari karakter masyarakat kabupaten/kota lain dalam perkara Pemilukada. Beberapa warga berterus terang bahwa mereka tidak menyukai sikap Panwas (Panitia Pengawas) Pemilukada yang menghalangi ruang gerak tim-tim kandidat untuk membagikan uang atau barang-barang lainnya. Dari pengakuan beberapa warga itu, dapat disebutkan bahwa politik uang di Toraja Utara bukanlah hal yang tabu.

Demikian juga, umumnya oknum personel kandidat mengaku bahwa tim mereka sudah menyiapkan dana dalam jumlah besar untuk dibagikan kepada pemilih terdaftar. Ada juga tim yang mengerahkan pencacahnya untuk mencatat pemilih terdaftar yang bersedia untuk memilih calonnya atau mengganti pilihannya untuk memilih calonnya bila kelak telah menerima pembayaran sebelum hari pemungutan suara.

Ada juga beberapa kecamatan yang warganya yang dapat disebut fair dalam soal politik uang. Sebutlah kecamatan Tondon sebagai salah satunya. Di kecamatan ini, beberapa warga dengan enteng mengembalikan uang kepada tim kandidat dengan alasan bahwa mereka sudah menetapkan tarif minimal sebesar Rp 200 ribu per orang. Tim ini berniat menyerahkan uang politik sebesar Rp 150 ribu per orang. Karena tidak mencapai jumlah milimal per orang, maka uang yang terkemas dalam beberapa ikatan ini pun dikembalikan kepada tim pembagi.

Menurut gosip yang beredar di masyarakat di Rantepao sehari setelah pemungutan suara usai, menyebutkan bahwa tim Sobat berhasil membayar kurang lebih 50-an ribu pemilih terdaftar. Tarif pembeliannya berkisar antara Rp 150 ribu – Rp 250 ribu persuara. Fakta di lapangan berdasarkan hasil penetapan KPU Kab. Toraja Utara, pemilih terdaftar yang memilih kandidat Sobat adalah 30.236 orang.

Pada malam sehari sebelum hari pemungutan suara 11 November 2010, warga di pusat keramaian terlihat antusias menunggu datangnya jujur bayar yang dikirim oleh tim-tim. Mereka menunggu di tempat-tempat ramai seperti pos ronda, emperan toko, atau di sentra-sentra penjual “ballo” minuman tradisional setempat. Mereka tekun dan tabah menunggu hingga malam berganti tanggal. Ada yang betul-betul kedatangan, ada pula yang di kalangan mereka sendiri saling mengumpulkan uang untuk membeli minuman “ballo” agar mereka tetap tegar bertahan tanpa tidur hingga pekik ayam memberitahukan kepada mereka untuk tidur di ujung fajar.

Ketika pertama saya dan tim G-Force—tim yang dibentuk oleh DPD I Partai Golkar Sulsel untuk membantu kandidatnya yang bertarung di Pemilukada di kabupaten-kabupaten di Sulawesi Selatan pada 2010—tiba di Rantepao, seorang rekan dari pengurus DPD II Golkar Toraja Utara memberikan pesan yang bisa juga menegaskan keunikan masyarakat di Toraja Utara dalam perkara pemilihan umum. Rekan ini menyarankan agar lebih berhati-hati di Toraja Utara. Alasannya, katanya, bahwa apa pun yang diberikan oleh masyarakat Toraja Utara itu tetap saja tidak cukup. Ia lukiskan hal itu dengan sebuah majas, “Di sini; engkau bawa gunung datang, gunung rata. Engkau bawa sungai datang, sungai kering.”

Konstalasi kecenderungan pilihan anggota rumah tangga dalam suatu rumah tangga juga sangat labil di kabupaten termuda di Sulawesi Selatan ini. Dalam satu rumah yang anggota keluarga terdaftar sebagai pemilih berjumlah sampai lima orang misalnya, bisa saja kelima orang tersebut mempunyai kecenderungan pilihan yang berbeda. Artinya, ada lima kandidat yang berbeda dan masing-masing mendapatkan satu suara dalam suatu rumah tangga. Anggota-anggota rumah tangga umumnya membagi diri ke kandidat. Kabarnya, ikatan kekerabatan yang membuat satu rumah tangga tidak solid ke hanya satu calon.

Judi merupakan juga pilar utama yang mendeterminasi kondisi umum Pemilukada Toraja Utara 2010. Judi bukanlah perkara moral, jika kita menakar budaya daerah lain di Sulawesi Selatan. Judi di Toraja Utara, Tana Toraja umumnya, ada rutinitas memperkaya khasanah interaksi dan integrasi sosial masyarakat Toraja. Orang-orang yang pernah merasakan atmosfer Pasar Bolu di Rantepao, kemungkinan mereka juga mengakui bahwa sentra judi di Pasar Bolu tersebut telah menjadi bagian integral pada interaksi sosial masyarakat Toraja, khususnya Toraja Utara, dalam berpartisipasi pada beberapa persoalan, seperti perihal pemilukada. Sehari menjelang hari pemungutan suara, jumlah uang yang berlabuh di pangkuan bandar judi di Pasar Bolu berkisar Rp 500 juta hingga Rp 1,5 miliyar.

Mereka bertaruh di Pasar Bolu, seperti halnya mereka sedang menunggu musim panen padi yang menjajikan harapan yang tengah meniti masa untuk tiba di musimnya yang tidak lama lagi. Banyak sisi yang dipertaruhkan di pasar tersebut tentang pemilukada. Semisal, ada yang mempertaruhkan duitnya Rp 500 juta, untuk SOBAT yang dia jamin keluar sebagai pemenang dalam satu putaran. Beberapa orang juga bertaruh mengenai kandidat yang paling buntut urutannya dalam perolehan suara. Seperti diakui beberapa orang di pasar Bolu tersebut, para penjudi inilah yang juga ikut menghaburkan duitnya kepada pemilih terdaftar agar ia dapat memenangkan semua taruhan di Pasar Bolu. Tentu, mereka yang telah bertaruh sebanyak Rp 500 juta untuk kemenangan SOBAT dalam satu putaran, pasti mempunyai cerita sendiri tentang kekalahannya di bursa taruhan itu. Begitu juga sebaliknya, ada yang bertaruh Rp 300 juta untuk kemenangan SOBAT tanpa memperhitungkan apakah satu atau dua putaran.

Selain hal-hal yang unik itu, eksistensi gereja juga mempunyai ruang pengaruh tersendiri. Beberapa calon mengklaim diri merepresentasikan gereja, seperti dari gereja pantekosta misalnya. Bahkan ada beberapa calon adalah sekaligus juga pendeta. Tetapi, kelihatannya calon-calon yang mengklaim diri sebagai titisan restu gereja ternyata tidak sampai tembus masuk peringkat empat besar dalam perolehan suara.

Pada tataran ilmiah, hasil-hasil survei juga menyisakan cerita lucu dari pemilukada pertama di Toraja Utara ini. SOBAT, dalam beberapa sesi survei, tidak pernah menunjukkan peringkat elektabilitas dan popularitas yang mengembirakan. Untuk elektabilitas, SOBAT hanya pernah mencapai peringkat kelima. Y3S Dalipang diprediksi oleh hampir semua lembaga survei sebagai yang paling berpeluang memenangkan pertarungan. Kandidat yang membuntuti adalah DAMBAAN (Daniel Rendeng – J. Palimbong, kandidat Partai Golkar) atau KITA (Kalatiku Paembonan – Alfrita). Sebagian besar survei dan poling pendapat di Toraja Utara lebih mengunggulkan DAMBAAN saat itu. Dengan begitu, maka peringkat petama adalah Y3S Dalipang, DAMBAAN di peringkat kedua, dan KITA di peringkat ketiga.

Namun setelah penghitungan suara usai, urutan mulai dari Y3S Dalipang hingga KITA tidak berubah dari apa yang telah dilansir oleh lembaga-lembaga survei, yang konon sangat ketat dari segi metode dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip ilmiah-akademik. Faktanya, bukan Y3S yang peringkat pertama, melainkan SOBAT. Orang Makassar menyebut kejadian ini dengan sebutan “Tabbulinta”, atau terguling. Seperti halnya posisi kaki di bawah digantikan oleh kepala dan sebaliknya. Di sinilah, membungkam hasil survei pada Pemilukada Toraja Utara 2010 semakin mengukuhkan Toraja Utara sebagai kabupaten unik dalam perkara pemilihan umum.

Beberapa hari lagi, putara kedua akan berlangsung pada 11 Januari 2011. SOBAT dan Y3S saling berhadapan. SOBAT diunggulkan karena kemampuan finansialnya pada putara pertama. Y3S juga digunggulkan karena dianggap ditopang oleh mesin birokrasi, PNS (Pegawai Negeri Sipil), guru-guru, dan SKPD-SKPD (satuan kerja perangkat daerah). Dari segi komparasi antara hasil survei dan hasil penghitungan suara, grafik konsistensi elektabilitas yang dimiliki oleh Y3S menunjukkan hasil yang relatif sama. Berbeda halnya dengan SOBAT, yang sebelumnya tidak pernah diunggulkan namun menyalip di lap terakhir, tidak menunjukkan adanya konsistensi persentase maupun peringkat elektabilitas.

Beberapa waktu terakhir ini, opini publik telah menempatkan dua partai besar dan dua tokoh terkemuka Sulsel yang bakal ikut meramaikan Pemilukada Putara Kedua Toraja Utara. Partai Golkar Sulsel yang dinahkodai oleh Syahrul Yasin Limpo (SYL) disebut-sebut bakal menyokong SOBAT. Sementara Partai Demokrat yang dipimpin oleh ketua barunya, Ilham Arief Sirajuddin (IAS) telah resmi memback-up sepenuhnya Y3S Dalipang.

Biarkan kepentingan kedua beliau itu bersemi di Toraja Utara pada 11 Januari 2011 nanti. Sebab di sana: “Gunung datang, gunung rata. Sungai datang, sungai kering.” Orang Toraja juga bilang, “Kurre sumanga' pole paraya”.

Maqbul Halim
Selengkapnya >>

Rabu, 08 Desember 2010

Golkar tak Gentar Manuver Ilham

SELASA, 07 DESEMBER 2010

MAKASSAR -- Misi besar Demokrat Sulsel di bawah kendali Ilham Arief Sirajuddin untuk menaklukkan Partai Golkar pada Pemilu 2014 nanti, dianggap biasa oleh para elite beringin. Begitu pula dengan manuver Ilham yang membuka tangan bagi para loyalisnya di Golkar yang hendak pindah gerbong ke Demokrat.


Penegasan ini diungkapkan Wakil Ketua DPD I Golkar Sulsel, Yagkin Padjalangi dan Arfandy Idris. Menurut kedua fungsionaris senior Golkar ini, partainya memiliki kader yang sangat banyak. Juga tahu persis potensi Ilham di dunia politik. Makanya, mereka mengaku tidak terlalu risau dengan rencana hijrah sejumlah politikus senior beringin ke Demokrat.

"Sekarang ini, jangankan yang telah dicabut keanggotaannya mau pindah, bahkan yang masih jadi pengurus pun kalau mau tinggalkan Golkar tidak akan dipermasalahkan. Karena sesuai dengan prinsip Golkar sebagai partai terbuka, kalau masuk silakan dan jika keluar juga tidak dilarang," tegas Yagkin saat ditemui di DPD I Golkar Sulsel, Senin, 6 Desember.

Menurut Ketua Komisi E DPRD Sulsel ini, sudah sangat sering kader Golkar yang telah berhasil kemudian digaet partai lain. Termasuk Ilham yang dibesarkan Golkar. Makanya, mereka tidak kaget terhadap kondisi saat ini.

Hal senada disampaikan Arfandy. Menurutnya, Golkar ibarat laboratorium kader partai politik. Banyak kader Golkar yang telah teruji kemampuannya dimanfaatkan atau diambil partai lain. Namun, katanya, Golkar tidak merasa rugi sebab pola pengkaderan partai sudah sangat matang.

"Golkar itu memiliki kader dan pemilih tradisional militan. Belum tentu tokoh-tokoh Golkar yang jadi pengurus dan punya posisi baik akan pindah. Malah biasanya, mereka yang pindah itu karena tidak punya posisi lagi di Golkar," sindir mantan calon bupati Bantaeng ini.

Fakta lain yang diungkapkan Arfandy, banyak kasus bagi kader Golkar setelah pindah ke partai lain, pencapaiannya tidak akan sama ketika di Golkar. "Bisa diuji nanti, seperti apa kiprah para kader Golkar yang pindah ke Demokrat," tambahnya. Benarkah begitu? Hanya waktu jua yang akan menjawabnya. (die)

Sumber:
http://bola.fajar.co.id/read/111379/10/golkar-tak-gentar-manuver-ilham
Selengkapnya >>

IAS dan Partai Demokrat

Makassar, 9 Desember 2010
Musda DPD Partai Demokrat Provinsi Sulawesi Selatan telah usai. Ilham Arief Sirajuddin (IAS) melenggang dengan lapang sebagai pemenang. Pecundangnya adalah Reza Ali dan Andi Nawir Pasinringi yang masing-masing hanya memperoleh satu suara. Sementara IAS memperoleh 23 suara.

Musda ini menjadikan pikiran saya berada pada citra lain, yang bisa saja berbeda dari yang pikirkan menurut pola awam. Saya berpikir tentang tahun 2003. Ketika itu, Reza Ali mencampakkan hampir seluruh urusan bisnis dan urusan lainnya, hanya untuk meyakinkan dirinya bahwa ia dan timnya bisa mengantar Partai Demokrat menjadi partai resmi peserta Pemilu 2004.

Beberapa waktu lalu, Reza Ali memang menjadi serupa dengan seorang Land Lord, atau tuan tanah di Partai Demokrat Sulsel. Hampir semua ikhwal keputudan di demokrat, mulai dari urusan jarum peniti hingga penentuan calon gubernur pada Pilgub Sulsel 2007 ditetukan di tangannya dan oleh angan-angannya. Sebagian besar pengurus, DPD dan DPC di kabupaten, menggunakan "sabda"-nya untuk memberi pelajaran kepada rival-rival politiknya.

Demikian pula, Andi Nawir Pasinringi adalah mantan Bupati Kab. Pinrang selama dua periode. Tak lama setelah jabatannya keduanya rampung, ia menjadi caleg Partai Demokrat Sulsel untuk DPRD Sulsel dari Dapil Lima. Ia tidak menemui hambatan berat sebelum ia ditetapkan oleh KPU menjadi Caleg DPRD Sulsel terpilih pada 2009. Selagi ia menjadi bupati ketika itu, ia juga sudah banyak memberi kontribusi kepada partai besutan Presiden SBY ini sebelum Pemilu 2009.

Selama empat hingga satu minggu sebelum Musda Partai Demokrat Sulsel bergulir pada Desember 2010 ini, Reza dan Nawir tetap kekuatan yang berpengaruh. Reza, khususnya, oleh kalangan jurnalis Makassar, tetap dianggap sebagai orang yang telunjukya manjur merubah nasib dan keputusan pada pengurus DPD dan DPC Partai Demokrat se-Sulsel.

Nawir pun demikian. Ia menjadi legislator dari Fraksi Demokrat di DPRD Sulsel yang diperhitungkan, baik oleh koleganya sendiri di legislatif maupun oleh eksekutif. Sebelum musda, jurnalis tidak segan-segan memuat pengakuannya bahwa ia akan menunjukkan dirinya sebagai petarung sejati ketika akan berlangsung.

IAS sendiri adalah pendatang baru Partai Demokrat. Ia memulai derapnya dari DPP bersama Nurpati, mantan anggota KPU. Ia belum banyak tahu. Ia hanya sosok yang masih sesekali tampak gamang beratribut warna biru. Maklum saja, belasan tahun ia tidak mampu menjauhkan dirinya dari warna Kuning Partai Golkar. Sebelas bulan silam, Desember 2009, ia masih kader Partai Golkar sejati.

Setelah Musda Partai Demokrat Sulsel usai awal Desember 2010 ini, setiap orang mempunyai ukuran tentang kekuatan dan pengaruh Reza Ali, Andi Nawir, dan IAS di Partai Demokrat Sulsel. Faktanya, IAS-lah yang diikuti oleh 23 DPC di Sulsel.
Selengkapnya >>

follow me @maqbulhalim