SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Senin, 30 Maret 2009

Militansi Gerakan Mahasiswa

INDONESIA KITA-SULAWESI SELATAN (4)

Kompas CETAK
Jumat, 27 Maret 2009

Malam makin larut di kawasan Rappocini, Makassar. Namun, rumah panggung berlantai kayu di kawasan bekas rawa itu masih ramai oleh para aktivis mahasiswa yang siang tadi baru saja gagal menghadang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang datang ke Makassar untuk meresmikan sejumlah proyek pembangunan. Sidik pramono/aryo wisanggeni gentong

Hari itu mereka hanya berhasil ”membersihkan” Jalan Andi Pangerang Pettarani dari spanduk- spanduk calon anggota legislatif.

Suasana pertemuan khas gerakan mahasiswa: perdebatan yang ditemani kepulan asap rokok dan kopi. Sang pemilik rumah berikut keluarganya tampak beraktivitas seperti biasa, membiarkan rapat evaluasi terus berjalan di ruang keluarga mereka.

”Sudah lama anak-anak itu biasa rapat di sini,” kata Dg Musu, bapak tujuh anak sang pemilik rumah. ”Mereka bisa pakai kapan saja.”

Sekalipun dengan pilihan isu yang berbeda, gemuruh hati para mahasiswa rasanya tidak jauh berbeda dengan yang terpendam di hati para penghuni kawasan Kasikasi. Sebanyak 64 kepala keluarga yang mendiami kawasan Kasikasi sedang kemrungsung. Sejak 2006 tanah yang mereka diami tersebut berstatus sengketa sekalipun putusan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi memenangkan mereka yang mendapatkan tanahnya lewat proses jual-beli sejak 1980-an.

Bagi Dg Musu dan para tetangganya, kehadiran mahasiswa dan aktivis organisasi nonpemerintah menguatkan warga Kasikasi untuk mempertahankan hak miliknya. Para mahasiswa yang mengadvokasi, membantu warga Kasikasi memperjuangkan haknya. Intimidasi tenaga bayaran penggugat tidak mampu melemahkan warga Kasikasi.

”Mahasiswa yang menemani kalau demo, kalau ada ancaman,” kata Dg Musu.

Menyatu
Gerakan mahasiswa yang menyatu dengan gerakan rakyat itulah yang diyakini bisa terus saling menghidupkan dan saling menguatkan.

Menurut Adam Kurniawan, salah seorang aktivis mahasiswa Universitas Hasanuddin, terkadang masyarakat sendiri datang ke kampus, mendatangi para aktivis meminta bantuan untuk memperjuangkan sebuah kasus.

Gerakan mahasiswa pun cenderung enggan untuk memilih membawa bendera kampus masing-masing, tetapi membaur sebagai sebuah elemen gerakan bersama rakyat. ”Kami merasa dibentuk masyarakat,” kata Adam yang menjelang Pemilu 2004 lalu pernah ditangkap karena membakar atribut militer.

Menurut Maqbul Halim, pentolan aksi mahasiswa 1998, gerakan mahasiswa Makassar memang ”dihidupkan” oleh obsesi untuk menyamai atau bahkan melebihi apa yang pernah dilakukan para senior. Tidak bisa diabaikan fakta bahwa para pemimpin nasional yang muncul dari Sulawesi Selatan berangkat dari gerakan mahasiswa.

Cerita tentang kehebatan para aktivis diwariskan turun- temurun, menjadi tonikum buat generasi sesudahnya. Masa inaugurasi sebagai mahasiswa baru sekaligus menjadi masa ”cuci otak” untuk membangkitkan militansi. Kasus kekerasan oleh TNI/Polri secara tak langsung juga berperan membangkitkan semangat mahasiswa. ”Kesinambungan bisa ada karena terobsesi,” kata Maqbul yang pada 1998 pernah ramai dikabarkan ”diculik” aparat keamanan.

Menurut Maqbul, regenerasi bisa sambung-sinambung antara lain karena selalu ada ”transformator” yang menyambungkan antargenerasi mahasiswa. Pola patron-klien bisa terbentuk dalam hubungan ini. Bahkan bukan itu saja, para bekas aktivis mahasiswa yang belum kuat jejaring sosialnya di luar kampus terkadang masih ”menggunakan” modal jaringannya di kelompok mahasiswa untuk mengobarkan gerakan. Akibatnya, gerakan mahasiswa bisa tergelincir praktik pragmatisme, sekadar sebagai simpul kepentingan tertentu di luar kampus.

Kampus pun sekadar menjadi pemasok massa, bukan pemasok dan pengelola isu. ”Bisa dilihat, isu aksi yang sudah langsung menyerang orang tertentu, bukan pada sistem. Ada apa itu?” kata Maqbul.

Menjelang Pemilu 2009, ada juga satu-dua aktivis mahasiswa yang terjun ke politik praktis, menjadi calon anggota legislatif atau tim sukses. Sedikit-banyak hal itu membuat aksi mahasiswa Makassar saat ini cenderung ”dingin”. Tambahan lagi, agenda akademis, masa-masa ujian tidak memungkinkan mahasiswa untuk aktif di jalanan.

Sejarah mencatat sejumlah aksi mahasiswa di Makassar yang berujung bentrokan melawan aparat keamanan. Dalam sejumlah aksi menolak kenaikan harga bahan bakar minyak, misalnya, pencegatan dan penyanderaan truk pengangkut minyak tidak hanya sekali-dua kali terjadi. Unjuk rasa yang memacetkan jalan pun kerap terulang. Generasi berganti, tetapi kekerasan masih saja berlanjut.

Bagi Maqbul, gerakan mahasiswa Makassar terkini cenderung kesulitan mengelola isu besar yang tersangkut langsung dengan kehidupan rakyat. Mahasiswa sulit mengajak rakyat langsung terlibat dalam aksinya Hal ini berbeda dengan semasa reformasi, ketika mahasiswa menjadi penerus apa yang terpendam di masyarakat kebanyakan. Karena itu, Maqbul menilai aksi pemblokiran jalan dan juga kekerasan yang melekat pada aksi mahasiswa Makassar baru belakangan terjadi dan lebih merupakan upaya untuk menarik perhatian masyarakat.

Sementara itu, menurut sosiolog Universitas Hasanuddin, M Darwis, karakteristik gerakan mahasiswa Makassar tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sosial di Makassar dan Sulawesi Selatan secara keseluruhan. Kehidupan kampus identik sebagai cerminan kehidupan di luar. Adanya kekerasan membuktikan bahwa kampus tidak mengubah kebiasaan yang dibawa dari luar, berandil besar pada ”sumbu pendek” gerakan mahasiswa di Makassar. ”Jadi, berkelahi di kampus kadang-kadang malahan dianggap hiburan,” kata Darwis.

Bentrokan dengan aparat keamanan memang bukan hanya didominasi mahasiswa. Rakyat Sulawesi Selatan di luar pun sama bersemangatnya menghadapi aparat keamanan dan pemilik modal. Namun, Darwis juga menyebutkan bahwa kekerasan yang terjadi tidak berubah menjadi konflik yang meluas.

Apa pun, gerakan mahasiswa Makassar layak dicatat karena militansinya yang berkesinambungan. Sejarahlah yang akan membuktikan ke mana para aktivis itu melangkah pada kemudian hari.

Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/27/03400612/militansi.gerakan.mahasiswa
Tanggal Akses: 30 Maret 2009

Selengkapnya >>

Sabtu, 14 Maret 2009

Anggota Dewan Jual Emailnya

Makassar, 14 Maret 2009

Seorang anggota Dewan, kita beri nama DOG CRAZY, terlibat perbincangan hangat dengan seorang peneliti dari suatu universitas. Perbincangan informal itu berlangsung pada sebuah seminar yang dihadiri banyak orang. Perbincangan itu sendiri berlangsung setelah seminar usai dan peserta lain beranjak bubar.

Rupanya, waktu untuk berbincang tidaklah terlalu lama. Padahal, sang peneliti ini terlanjur tertarik berbicang dengan Mr. Dog Crazy tersebut. Sang peneliti berharap dapat melanjutkan perbincangan itu dengan cara lain.

Sang Peneliti pun menawarkan melanjutkan perbincangan itu di lain waktu dan Mr. Dog Crazy pun setuju. Lalu, sang peneliti pun menyanyakan alamat email Mr. Dog Crazy.

"Mr. Crazy, bolehkah saya minta email bapak?" tanya sang peneliti.

Mr. Dog Crazy langsung menjawab dalam sekejap, meski sebenarnya ia tidak memahami pertanyaan itu. Makanya, tetap ada sikap gugup terselip ketika ia menjawab.

"Oh, aduh, bagaimana ya! Dulu saya punya email. Tapi saya sudah jual. Saya minta maaf, lain kali saya pasti berikan," jawab Mr. Dog Crazy.

"Oh, tidak apa-apa. Saya minta maaf karena pertanyaanku menyusahkan bapak," timpal sang peneliti memohon maaf.

(Cerita ini merupakan modifikasi dari cerita yang pernah dimuat di harian KOMPAS tentang anggota dewan)

Selengkapnya >>

Jumat, 13 Maret 2009

BRIDGE Course

Peserta Kursus BRIDGE yang diselenggarakan oleh NAM-CSSTC, International IDEA, dan Deplu RI di hotel The ACACIA, Matraman Jakarta, 11 - 13 Maret 2009.
------------------------------------



Selengkapnya >>

Rabu, 11 Maret 2009

KPI: Pilih Perempuan Potensial

09 Mar 2009, 11 x , Komentar)

MAKASSAR -- Peluang untuk terpilihnya lebih banyak perempuan di parlemen terbuka lebar pada Pemilu Legislatif 2009. Hal itu bisa terwujud jika perempuan yang jumlahnya mayoritas memilih caleg perempuan potensial.Sekira seratusan aktivis perempuan di Makassar menyerukan hal ini, Minggu, 8 Maret. Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) itu berunjuk rasa di depan rumah jabatan gubernur, sore kemarin.

Aksi yang dilakukan dalam rangka peringatan Hari Perempuan Sedunia itu cukup mendapat perhatian dari masyarakat. Aktivis perempuan itu berharap agenda yang mereka bawa bisa menjadi agenda bersama.

Ketua KPI Aflina Mustafainah, mengatakan banyak caleg perempuan yang memiliki kompentensi dan kapabilitas. Dia berharap, semua pihak, bukan hanya perempuan, ikut memilih caleg-caleg perempuan itu.

"Biar pun perempuan kalau mereka tak punya kapabilitas, tidak apa-apa tidak dipilih. Tetapi, jika mereka potensial, marilah kita bersama-sama mendukung dan memilih mereka," katanya.

Dalam aksinya kemarin, aktivis perempuan itu membagi-bagikan brosur berisi 10 jangan untuk Pemilu Legislatif 2009. Hal itu diharapkan menjadi panduan bagi pemilih dalam menentukan pilihannya.

Sepuluh jangan tersevut antara lain, jangan memilih caleg atau calon anggota DPD terlibat dalam penindasan perempuan, yang melakukan korupsi, yang melanggar HAM, dan yang menggunakan fasilitas negara secara tidak adil.

Selain itu, KPI juga mengimbau masyarakat untuk tidak memilih caleg atau calon DPD yang mengkhianati rakyat dan yang tidak punya program pembelaan terhadap perempuan.

LSKP dan KPPI

Di tempat terpisah Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) dan Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Sulsel juga menggelar kampanye pilih caleg perempuan. Minggu kemarin, aktivis LSKP; Maqbul Halim dan Sekretaris KPPI Sulsel, Iriani Saleh Bustami mendatangi Fajar.

Dalam pernyataan sikapnya, kedua lembaga ini meminta penyelenggara pemilu seperti KPU dan Panwaslu agar bekerja secara profesional. "Hasil yang dicapai perempuan tersebut memberdayakan dirinya, bukan hanya memberdayakan partai atau kalangan lainnya saja. Mari kita galang dukungan untuk memenangkan caleg perempuan pada Pemilu 2009," kata Iriani.

Politisi Partai Bintang Reformasi (PBR) Sulsel itu menambahkan, LSKP dan KPPI sebagai bagian dari gerakan masyarakat sipil Indonesia, menuntut tanggungjawab dan komitmen dari negara yang lebih mengikat dalam rangka pemenuhan hak-hak perempuan.

Supaya memiliki akses, peluang, dan meraih manfaat dalam dunia politik dan pengambilan kebijakan publik. Permintaan galangan dukungan yang dilayangkan LSKP dan KPPI itu sekaitan Hari Perempuan Internasional 2009 yang jatuh pada Minggu, 8 Maret kemarin.

"Dengan perayaan hari perempuan itu, saya kira sudah tepat kalau ada penggalangan dukungan bagi caleg perempuan. Sekaligus menandai tantangan baru yang dihadapi perempuan untuk berkiprah di dunia politik pasca keputusan Mahkamah Konstitusi," terang Sekretaris Eksekutif LSKP Sulsel, Maqbul Halim. (sap-ram)

Sumber: Harian FAJAR Edisi 9 Maret 2009
http://cetak.fajar.co.id/news.php?newsid=87781
Akses tanggal 11 Maret 2009
Selengkapnya >>

Selasa, 10 Maret 2009

Ayo Bersatu Pilih Caleg Perempuan

Monday, 09-03-2009
Seruan KPPI pada Hari Perempuan Sedunia

Makassar, Tribun- Sejumlah politisi perempuan yang bergabung dalam Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Sulsel dan aktivis pemerhati gender yang bernaung di Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) Makassar menyerukan untuk memilih caleg perempuan pada pemilu legislatif, 9 April mendatang.

Seruan ini juga terkait memperingat 8 Maret sebagai Hari Perempuan se Dunia.
"Saatnya perempuan diberi kesempatan menunjukkan kemampuannya di parlemen," kata Iriani S Busthami, caleg PBR Sulsel, saat berkunjung ke Tribun, Minggu (8/3).
Sejumlah mantan anggota KPU Sulsel terlibat langsung dalam advokasi mengantar caleg perempuan ke parlemen. Di antaranya Tenri A Palallo dan Maqbul Halim. Mantan anggota KPU yang juga akademisi Unhas, Dr Darwis, menjabat direktur eksekutif LSKP Makassar.
"Caleg perempuan harus terjun langsung mengawasi TPS. Sistem suara terbanyak berpotensi menimbulkan manipulasi suara. Pengawasan ekstra ketat sejak distribusi logistik hingga surat suara yang tidak terpakai," tambah Tenri.
Selain kunjungan media, aksi damai memperingati Hari Perempuan se Dunia ini juga membagikan pernyataan sikap yang ditandatangani Sekretaris Eksekutif LSKP, Maqbul Halim, dan Ketua KPPI Sulsel, Mariattang.
Dalam pernyataan sikapnya, Mariattan cs menilai keputusan mahkamah konstitusi (MK) yang menerapkan sistem suara terbanyak dan menganulir sistem nomor urut memiliki dampak negatif bagi perempuan. Dengan sistem nomor urut, sejumlah partai menempatkan caleg perempuan di nomor urut satu hingga tiga.

Penghitungan Suara
Untuk menciptakan keterwakilan perempuan di parlemen, KPPI dan LSKP akan memantau jalannya penghitungan suara di semua level tingkatan. Lembaga ini juga mewanti-wanti penyelenggara pemilu, mulai dari KPU hingga panwas agar bekerja profesional. "Kami mengimbau seluruh masyarakat untuk mengawasi distribusi logistik dan secara khusus mengawasi perhitungan suara," tambah Tenri.

Salah satu masalah yang dinilai rawan bagi LSKP dan KPPI adalah surat panggilan ke pemilih. "Pengalaman selama ini, penyelenggara pemilu memilih-milih saat distribusi surat panggilan.Korbannya biasanya perempuan," kata Tenri.

KPPI merupakan wadah berkumpulnya politisi perempuan lintas parpol. Untuk KPPI bekerja sama dengan LSKP rutin menggelar pelatihan, seminar, maupun diskusi dalam rangka menarik kaum hawa ke gelanggang politik praktis. Di parlemen Sulsel, dari total 75 legislator, hanya tujuh (sembilan persen) keterwakilan perempuan.

Di Sulsel, Wakil Bupati Selayar, Nur Syamsina Aroepala, satu-satunya perempuan yang menduduki jabatan itu. (sur)

Sumber: http://www.tribun-timur.com/getrss/viewrss.php?id=15657
Tanggal: 10 Maret 2009

Selengkapnya >>

Senin, 02 Maret 2009

KPU Harus Berani dan Jujur

Senin, 2 Maret 2009

Ulasan

MENGANTISIPASI tingginya suara batal maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus berani, jujur, dan berterus terang bahwa mencontreng bukan satu-satunya cara menandai yang sah. Namun beberapa alternatif seperti mencoblos, menggaris, mencoret, menyilang, itu juga sah menurut undang-undang.

Selama ini, KPU terkesan tidak jujur dan menutupi hal mencoblos itu. Padahal sebaghian warga lebih terampil mencoblos ketimbang mencontreng. Apalagi, menandai dengan pulpen itu adalah cara yang asing bagi mereka.

Karena itu, KPU harus menyiapkan alat mencoblos pada bilik suara di TPS. Denagn tidak disiapkannya alat coblos di TPS maka KPU telah mengabaikan undang-undang tentang sahnya mencoblos itu.

Dengan adanya peraturan pemerintah tentang mencoblos dan mencoret dua kali juga sah maka perangkat kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) di TPS wajib menyampaikan itu kepada wajip pilih sebelum memasuki TPS.

Intinya, KPU harus memanfaatkan sisa waktu agar suara batal dapat dikurangi. KPU harus berani mengatakan kepada calon pemilih, bahwa daripada suara mereka batal karena mencontreng, lebih baik mencoblos.

Selain itu, meskipun secara tidak langsung sudah banyak caleg telah mengeluarkan biaya membantu KPU dalam bersosialisasi, namun para caleg sebaiknya kembali mendatangi calon konstituennya menjelaskan teknis pemilu yang terbaru. Mereka harus maklum bahwa pemilu inilah paling labih dan rapuh kepastian hukumnya di Indonesia.

Maqbul Halim, Sekretaris Ekskutif LSKP Makassar
(opi)

Sumber: Harian Tribun Timur Edisi 2 Maret 2009
http://tribun-timur.com/read/artikel/14415
Akses: 2 Maret 2009

Selengkapnya >>

follow me @maqbulhalim