SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Kamis, 29 Maret 2007

Jurnalisme Investigatif

Oleh Maqbul Halim
(Direktur Elsim Makassar)

Istilah investigasi dalam jurnalisme baru muncul pertama kali dari Nelllie Bly ketika menjadi reprorter di Pittsburgh Dispatch pada tahun 1890. Ia memulai gaya jurnalisme yang menandakan pengisahan seorang wartawan tentang orang-orang biasa. Pelaporan materi jurnalistik yang mengembangkan secara serial, bagaimana kehidupan orang kelas bawah di dalam kenyataan sehari-hari. Bly sampai harus bekerja di sebuah pabrik, di Pittsburgh, untuk menyelidiki kehidupan buruh di bawah umur (anak-anak) yang dipekerjakan dalam kondisi buruk.

Dasar jurnalisme investigasi adalah kepentingan warga. Kepentingan warga dalam hal ini dilihat dari dua sisi, yakni, warga sebagai manusia yang mempunyai hak untuk memperoleh informasi dan warga yang mempunyai hak-hak sipil yang merupakan kewajiban pemerintah. Di situlah keperluan terhadap jurnalisme investigasi bermula. Ia tidak bermula dari kepentingan politik, bisnis, kekuasaan, ahlak, moral, etika, dan sebagainya.

Mengapa sesuatu perlu diinvestigasi:


  1. Sesuatu hal yang penting tapi tersembunyi (disembunyikan). Hal yang secara manusiawi disembunyikan adalah pelanggaran atau perilaku-perilaku yang berkategori illegal. Meski demikian, penyembunyian dapat terjadi dalam konteks patut manakala demokrasi atau hukum menjadi perlindungan dan dengan dua alat itu kepentingan yang bertentangan secara faktual dan subtansial dapat dijalankan.
  2. Berbagai peristiwa berlangsung secara paralel, namun kelihatan tidak saling berhubungan.
    Kita sering berhadapan hal-hal yang terjadi secara paralel namun secara awam sulit dihubungkan atau dikaitkan. Ketika dikaitkan, kita biasanya berhadapan dengan minimnya fakta atau pernyataan-pernyataan yang argumentatif secara hukum maupun secara ilmiah. Contohnya, peristiwa penggelaran pasukan Pamswakarsa, Sidang Istimewa MPR RI 1999, dan militer. Contoh lainnya adalah Kerusuhan Mei 1998 dan pemerkosaan perempuan keturunan Tionghoa di Jakarta.
  3. Peristiwa faktual yang tidak memenuhi logika akal sehat (logical common sense). Contohnya adalah anggaran pelayanan publik yang tinggi dan fasilitas serta kualitas pelayanan publik oleh pemerintah yang sangat rendah. Secara akal sehat, mestinya berbanding lurus. Contoh lain seperti kebijakan pemerintah daerah yang digali dari proses musyawarah rencana pembangunan dengan melibatkan masyarakat, tetapi ketika diterapkan justru masyarakat itu sendiri yang memprotes kebijakan itu karena dirugikan, misalnya.
  4. Skandal yang bersifat korporatif. Contohnya adalah rekening seorang perwira polisi yang bermutasi secara periodik dengan volume transaksi setiap tahunya yang dipengaruhi oleh jumlah kasus yang ditangani dan pelanggaran yang dilindungi. Contoh lain adalah pernikahan seorang pengusaha ternama pembalak kayu di Poso yang dihadiri oleh beberapa kapolda di Indonesia (ini hanya contoh fiktif).


Hasil investigasi adalah sebuah kisah. Kisah ini diramu sedemikian rupa pada tahap akhir sehingga hal-hal yang tidak masuk akan menjadi masuk akal, hal-hal yang tidak berhubungan menjadi berhubungan, hal-hal yang tersembunyi menjadi terkuak. Kisah ini merangkai berbagai bagian fakta dan peristiwa sehingga memberi wawasan dan arti baru bagi yang membaca atau manyimak laporan tersebut. Dunia dari sebuah investigasi terhadap suatu kasus jauh lebih luas ketimbang ketika melihat peristiwa-peristiwa itu secara parsial. Jadi, hasil investigasi yang umumnya diklaim oleh radio dan televisi, juga beberapa media cetak, adalah deskripsi obyek berita. Bukan investigasi. Dengan kata lain, laporan jurnalisme investigasi bukan in-deept reporting, bukan stright news, bukan feature news, bukan interpretasi, dan yang pasti adalah bahwa laporan jurnalisme investigasi tidak kurang dari 50 pragraf.

Karakterisitik reportase investigasi
Joseph Pulitzer, menurut Mitchell V. Charnley, menyatakan ada dua hal yang signifikan mendasari reportase investigatif: jurnalisme harus membawa muatan pelayanan “pencerahan” (enlightened) public dan seringkali juga kegiatan fighting reporting (reportase perlawanan). Kerja peliputan junrlistik macam ini dimotivasi oleh “semangat, keterampilan, keberanian, dan imajinasi”. Kerja peliputannya tidak hanya puas dengan “berita yang (dapat) dilihat” akan tetapi menyangkut pula “kemendalaman penggalian” dan agresivitas serta kerap “berbahaya/berisiko tinggi” terhadap fakta-fakta yang tersembunyi.

Jurnalisme investigative memang berbeda dengan kegiatan junrnalistik pada umumnya. Ada beberapa unsure dari jurnalisme investigatif – termasuk mengenal perangkat nilai berita, seperti unsure proksimitas, relevansi, kecepatan, drama, dan lainnya. Para wartawan membuat berita berdasarkan sumber-sumber yang terkait, teragenda, dan menjadi langganan informasi mereka, selain itu mereka juga menyeleksi, apa sumber informasi mereka layak atau tidak, mengandung kebenaran atau tidak.

Ruang lingkup Jurnalisme Investigasi
Narasi investigator mengkonstruksi kisah keseluruhannya. Ini merupakan upaya merekonstekstualisasi fakta-fakta otoritatif, menyeimbangkan dua sudut pandang yang berlawanan, atau menonjolkan pandangan alternative. Hal itu meliputi narasumber yang menjadi “saksi mata”, figure-figur otoritatif yang terkait dengan permasalahan. Pengerjaannya meliputi kegiatan dokumentari radio, feature televise, tulisan-tulisan kolom di surat kabar, dan seterusnya.

Maka itulah, kisah-kisah jurnalisme investigative memiliki ukuran dan keluasan yang tidak mudah digeneralisasikan. Ada yang mengukurnya dari pemuatan kisah “seorang korban” (victim). Ada juga yang mengaitkannya dengan kelemahan sebuah sistem, seperti pelenggaran administrasi di lembaga pengadilan, atau birokrasi pemerintahan.

Dalam kumpulan materi Burgh, pelbagai kasus-kasus investigasi itu meliputi permasalahan sebagai berikut:

Hal-hal yang memalukan, biasanya terkait dengan hal yang illegal, atau pelanggaran moral.
Penyalahgunaan kekuasaan
Dasar faktual dari hal-hal aktual yang tengah menjadi pembicaraan publik.
Keadilan yang korup
Menipulasi laporan keuangan
Bagaimana hukum dilanggar
Perbedaan antara profesi dan praktisi
Hal-hal yang sengaja disembunyikan.

Kisah Watergate menjadi sampel klasik bagi kegiatan investigative reporting. Pelbagai tindakan manipulatif seorang presiden dengan kelompoknya, dalam kisah itu telah menyinggung kepentingan masyarakat Amerika. Masyarakat menuntut adanya kebutuhan dan kenyataan untuk tahu. Presiden dan kawan-kawannya telah melakukan upaya untuk menutupi fakt-fakta. Kebenaran telah dibawakan oleh para wartawan atas inisiatif mereka. Tapi apa sebenarnya investigative reporting itu?

Investigative reporting menurut Atmakusumah secara harfiah, mengartikan dalam kaitan pekerjaan pers, adalah pelbagai bukti, yang dapat dijadikan fakta, bagi upaya menjelaskan adanya kesalahan atau pelanggaran atau kejahatan yang telah dilakukan oleh seseorang atau pihak-pihak tertentu. Reportese investigative memang merupakan sebuah kegiatan peliputan yang mencari, menemukan, dan menyampaikan fakta-fakta adanya pelanggaran, kesalahan, atau kejahatan yang merugikan kepentingan umum atau masyarakat.

Dari gambaran ringakas di atas, reportase investigasi oleh Atmakusumah diistilahkan laporan penyidikan, dapat dipahami melalui lima tujuan dan sifat pelaporannya:

  1. Mengungkapkan kepada masyarakat, informasi yang perlu mereka ketahui karena menyangkut kepentingan atau nasib mereka. Dengan mengetahui informasi itu, masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam mengambil keputusan. Tanpa bantuan laporan penyidikan, informasi itu mungkin tidak dapat mereka ketahui, karena: "pemilik atau “penyimpan” informasi tidak menyadari pentingnya informasi itu; Informasi itu sengaja disembunyikan.
  2. Laporan penyidikan tidak hanya mengungkapkan hal-hal yang secara operasional tidak sukses, tetapi dapat juga sampai kepada konsep yang keliru.
  3. Laporan penyidikan itu berisiko tinggi, karena bisa menimbulkan kontroversi dan bahkan kontradiksi dan konflik. Untuk menghasilkan laoran seperti ini, seringkali harus menggali bahan-bahan informasi yang dirahasiakan.
  4. Karena itu harus jauh-jauh hari dipikirkan akibat-akibat yang dapat ditimbulkannya terhadap: subjek laporannya (dengan menimbang-nimbang akibat negative yang diderita subjek laporan dibandingkan dengan manfaat bagi umum. Penerbitan pers situ sendiri (baik reaksi dari lembaga resmi maupun dari pemasang iklan dan public pembaca).
  5. Untuk menghadapi dilema ini diperlukan kecintaan dan semangat pengabdian kepada kepentingan masyarakat luas. Pada pokoknya, harus ada idealisme, baik di dalam diri reporter itu sendiri maupun di sektor-sektor lain dalam struktur organisasi penerbitan per situ.

Tahapan Jurnalisme investigasi
Andreas Harsono mengutip ceramah Sheila Coroner, direktur Philippines Center for Investigative di Filipina yang berdiri pada tahun 1989 seusai tirani Fedinand Marcos berakhir. Coroner dating ke Indonesia dan memberikan ceramah di beberapa kota besar di Indonesia. Coroner menunjukkan bahwa tahapan kegiatan investigasi itu dapat diurut ke dalam dua bagian kerja: bagian pertama merupakan bagian penjajakan dan pekerjaan dasar, sedangkan bagian kedua sudah berupa penajaman dan penyelesaian investigatsi. Pada masing-masing bagiannya terbagi ke dalam tujuh kegiatan rinciannya. Rancangan kegiatan ini, menurut Coronel, merupakan pengaturan sistematika kerja wartawan investigative agar terurut kepada tahapan-tahapan kerja yang mudah dianalisis.

Bagian pertama
- Petunjuk awal (first lead)
- Investigasi pendahuluan (initial investigation)
- Pembentukan hipotesis (forming an investigative hypothesis)
- Pencarian dan pendalaman literature (literature search)
- Wawancara para pakar dan narasumber ahli (interviewing experts)
- Penjajakan dokumen-dokumen (finding a paper trail)
- Wawancara sumber-sumber kunci dan saksi-saksi (interviewing key informants and sources)

Bagian kedua
- Pengamatan langsung di lapangan (first hand observation)
- Pengorganisasian file (organizing files)
- Wawancara lebih lanjut (more interviews)
- Analisis dan pengorganisasian data (analyzing and organizing data)
- Penulisan (writing)
- Pengecekan fakta (fact checking)
- Pengecekan pencemaran nama baik (libel check)--> [Pencemaran nama baik ini merupakan tambahan ketika Sheila Coroner, direktur Philippines Center for Investigative hendak meluncurkan hasil investigasinya tetang harta kekayaan Ferdinand Marcos, mantan presiden Filipina.]

Tips Investigative Reporting

Strenz menguraikan beberapa kelalaian yang bisa terjadi di dalam sebuah liputan, yang meliputi kedudukan reporter, sumber berita, dan khalayaknya. Beberapa saran dan penjelasannya merupakan factor-faktor yang tampaknya berkaitan dengan kegiatan investigative reporting, untuk mencegah terjadinya distorsi kebenaran yang hanya sekadar fakta. Beberapa hal perlu diperhatikan itu adalah:

Orang yang berbeda melihat peristiwa atau isu yang sama dengan cara yang berbeda.
Sumber yang sama akan melaporkan peristiwa yang sama secara selektif dan berbeda, tergantung kepada khalayaknya.

Bagaimana “fakta-fakta” dilaporkan dan berita dibentuk tergantung pada:

(a) sifat dari proses pengumpula berita,

(b) bagaimana berita dirumuskan,

(c) bagaimana berita dibuat rasional,

(d) bagaimana berita dinilai lebih dulu,

(e) bagaiaman reporter mengatasi tekanan untuk menghasilkan berita yang baik.

Spark menunjukkan beberapa konklusi, yang bisa dipergunakan sebagai pedoman, di dalam melaksanakan reportase investigative:

  1. Temukanlah fakta-fakta dari hati sebuah isu, jangan masuk ke dalam komentar para pembicara;
  2. Mudahkanlah pelbagai konsep yang sulit, jangan terjebak dengan penulisan yang rumit;
  3. Jangan dipengaruhi oleh pandangan dari narasumber utama, carilah sumber lain dengan sudut pandang yang lain
  4. Bicaralah ke berbagai orang yang relevan yang harus ditemukan
  5. Jawablah pertanyaan-pertanyaan secara sederhana dan mudah yang bisa membuka subjek yang hendak diinvestigasi.
  6. Jangan mengambil segala sesuatu dan segala orang melalui nilai-nilai mereka.
  7. Ingatlah bahwa setiap orang, setiap organisasi dan setiap kejadian memiliki sejarah, yang mempengaruhi peristiwa itu terjadi.

Tantangan Jurnalisme Investigasi
Menurut Wina Armada (1993), laporan invesigasi di Indonesia belum menjadi suatu tradisi yang melembaga di tubuh pers pada tahun 1990-an. Laporan investigasi belum memiliki dampak luas dan menonjol. Pekerja pers Indonesia masih mengerjakan investigasi, sebagai sebuah pendekatan, yang bersifat temporer, kadang-kadang dan masih dapat dihitung jari. Armada mengajukan beberapa sebab yang menghambat kegiatan peliputan investigative, yakni pers Indonesia masih menilai laporan investigatif adalah laporan yang memakai “biaya tinggi”. Proses liputannya menghabiskan “waktu” yang amat panjang. Hasil akhir (output) yang “tidak pasti” memberikan halangan juga kepada gairah wartawan Indonesia. Ditambah lagi “risiko besar” yang bisa timbul akibat peliputannya. Dan, persyaratan “modal kuat, keuletan dan kesabaran” yang harus dimiliki seorang wartawan investigative Indonesia belum mendapat tempat di kalangan pers saat itu.

Dalam amatan Andreas Harsono, dekade 1990-an merupakan fase beberapa majalah mulai secara eksplisit memakai istilah “investigasi” pada beberapa liputannya. Ketika terbit tahun 1996, dwi-mingguan Tajuk menyatakan dirinya sebagai majalah “berita, investigasi dan entertaimen. Penerbitan kembali majalah Tempo, 6 Oktober 1998, seusai dibredel, membuat sebuah rubric dengan nama “investigasi”. Tempo membuka lembaran baru penerbitannya (6 – 12 Okotober 1998, “Pemerkosaan: Cerita dan Fakta”) dengan laporan investigasi mengenai pemerkosaan keturunan Cina pada saat huru-hara Mei 1998. [***]

Jurnalis investigasi

  1. Jurnalis dalam jurnalisme investigasi adalah wartawan khusus. Ia/mereka khusus karena kemampuan khusus: lebih gigih, lebih tidak mudah menyerah, lebih biasa bekerja dalam diam, daya tembusnya lebih tinggi, berkemampuan khusus seperti forensi, mobilitas lebih tinggi, bekerja lebih keras, mempunyai waktu banyak, dan punya nasib baik/good luck (Andreas Harsono).
  2. Jurnalisnya adalah orang yang skeptisnya tinggi, kemampuan deduksi yang peka, bekerja cerdas selain berkerja keras (Bondan Winarno).

Disampaikan pada Workshop On Producing Good Quality Reporting yang diselenggaran LGSP-USAID untuk wartawan di Makassar, Sulawesi Selatan pada 21-22 Maret 2007.


Selengkapnya >>

Senin, 26 Maret 2007

Pidato Pelantikan Takalar

Assalamu Alaikum Wr Wb

Syukur Alhamdulillah, kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat-Nya kepada kita sekalian sehingga kita hidup sebagai manusia yang bekeadaban tinggi. Demikian pula, salawat dan taslim kita panjatkan kepada Rasulullah SAW, atas kepemimpinan dan keteladanan beliau sehingga ia menjadi legenda yang tiada tara sepanjang sejarah dunia.

Bapak2, ibu2 serta saudara(i) sekalian yang saya hormati.
Kita baru saja menyaksikan pengucapan sumpah dan pelantikan majelis pengurus Organisasi Daerah (Orda) Takalar Majelis Sinergi Kalam (MASIKA) Ikatan Cendekiawan Muslimm se-Indonesia (ICMI). Pelantikan ini menandai adanya babak baru baru dunia kecendekiawan muslim di kabupaten Takalar. Sebuah komunitas cendekiawan muda yang akan memberi kontribusi pemikiran dan gagasan dalam meningkatkan taraf hidup umat Islam sekaligus menjadi ruang bagi pematangan diri sebelum berkiprah lebih jauh bagi di organisasi ICMI itu sendiri nantinya.

Pelantikan ini juga telah menambah deretan orda-orda Masika ICMI yang telah terbentuk di Sulawesi Selatan. Orda yang telah terbentuk sebelumnya adalah Kabupaten Bone yang pengurusnya dilantik pada ujung tahun 2006 silam. Dalam waktu dekat, Masika Orwil Sulsel akan melantik pengurus yang telah terbentuk di Kab. Jeneponto, Gowa, Soppeng, dan Parepare.

Bapak2, ibu2, serta saudara(i) sekalian yang saya hormati
Pembentukan orda-orda Masika ICMI di Sulawesi Selatan merupakan upaya memperluas sayap pengabdian ICMI bagi peningkatan taraf hidup umat melalui pengembangan sektor usaha kecil dan mengengah dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tekonologi atau Iptek. Bangsa yang berprospek untuk diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain adalah bangsa yang memanfaatkan dengan tepat Iptek, dan bangsa yang kuat adalah bangsa yang unit-unit akarnya, dalam hal ini warga masyarakatnya, kuat secara ekonomi.

Umat Islam Indonesia harus memanfaatkan Iptek secara tepat. Inilah yang menjadi visi dan misi oleh mantan Menristek B.J. Habibie melalui peran-perannya selama pemerintahan Orde Baru pimpinan H.M. Soeharto. Yang tidak lebih penting pula adalah, mengutip pidato pengukuhan jabatan guru besar Budiono (Menko Perekonomian) di UGM Yogyakarta beberapa waktu lalu, bahwa demokrasi adalah sesuatu yang besar dan berarti bagi bangsa Indonesia. Inilah, kata Budiono, yang membedakan masyarakat muslim Indonesia dibandingkan dengan masyakarat muslim di negara-negara muslim lainnya. Tetapi, lanjut Budiono, masyarakat demokratis yang riil dan kuat adalah yang masyarakat akar rumputnya kuat secara ekonomi. Bagi saya, masyarakat akar rumput yang kuat secara ekonomi adalah masyarakat yang menguasai iptek.

Bapak2, Ibu2 dan saudara(i) sekalian yang saya hormati......
Selain dari itu, ICMI memandang bahwa pemerintah, baik di pusat maupun di daerah-daerah, telah melakukan berbagai hal untuk meningkatkan kapasitas suprastrukturnya maupun kemampuan pelayanannya kepada warga. Kemajuan yang dialami oleh pemerintah dalam hal ini perlu diimbangi oleh perubahan yang relevan pula pada masyarakat atau warga itu sendiri. Dalam hal ini, Masika ICMI dan ICMI itu sendiri dari kalangan masyarakat, telah berdiri sebagai mitra atau tandem pemerintah dalam memberikan dukungan dalam pembangunan. Masika ICMI dan ICMI akan mengerahkan pontensi kecendekiaannya untuk bergerak bersama dengan pemerintah membangun ummat yang kuat.

Professor Nanat, ketua presidium ICMI 2006-2007 dalam kunjungan kerjanya ke ICMI Orwil Sulsel akhir Januari lalu, menyampaikan bahwa misi ICMI untuk tahun 2007 adalah memdampingi pemerintah, termasuk pemerintah daerah, dalam menata pengembangan sistem pendidikan nasional. ICMI dalam hal ini telah memulai partisipasinya dalam pengembangan konsep pendidikan luar sekolah. Alasannya menurut Professor Nanat adalah bahwa kalau pendidikan umat tidak ditata-kelola dengan baik, umat Islam di Indonesia belum bisa beranjak dari situasinya sekarang yang tidak menguntungkan.

Bapak2, Ibu2, dan saudara(i) sekalian yang saya hormati.

Iptek, kekuatan ekonomi masyarakat akar, dan pendidikan, merupakan tiga hal yang selama ini hanya menjadi jualan murahan. Saya menyebutnya sebagai jualan murahan karena tidak dibarengi dengan kepedulian. Topik-topik seperti itu akan dijual ketika seseorang butuh perhatian namun tidak dibarengi dengan kepedulian. Kepedulian adalah nafas utama seorang cendekiawan. Seorang ilmuan, dengan sendirinya menjadi cendekiawan ketika mereka peduli kepada kemaslahatan kemanusiaan. Cendekiawan tidak berada di langit, tetapi berada di bumi tempat kehidupan berlangsung.

Ketika sebagian besar ilmuwan dan intelektual hanya mengurusi politik, mengurusi pertumbuhan ekonomi yang tampak dalam angka-angka, mengendus selama 2x24 jam tentang siapa pelaku korupsi, ketika ormas-ormas Islam sibuk mengurus kader-kadernya untuk berpilkada, ketika itulah Masika ICMI dan ICMI tetap mengurus masa depan umat. Sebab kepedulian kepada umatlah seorang cendekiawan berawal dan pada derajat umat yang tinggi di Hadapan Allah SWT membuat cendekiawan muslim eksis. Oleh karena itu, mungkin Umat Islam sendiri tidak perlu khawatir ketika para pemuka umat, ilmuwan, ormas-ormas Islam terbuai oleh politik pilkada.

Bapak2, Ibu2 dan Saudara(i) yang saya hormati.
Pada akhirnya, saya berharap, selain Masika ICMI, akan lahir juga wadah-wadah cendekiawan muslim yang lain yang menggalang cendekiawan muda untuk bahu membahu memikirkan dan berbuat untuk kemajuan ummat di Kabupaten Takalar ini. Pada kesempatan ini, saya selaku ketua MASIKA ICMI Orwil Sulawesi Selatan menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada pihak pemerintah daerah Kabupaten Takalar atas peran-peran dalam pembentukan Orda Masika Takalar dan pelantikan majelis pengurusnya. Saya juga menyampaikan terima kasih atas kerjasama yang diberikan oleh Majelis Pengurus ICMI Orda Takalar dalam pembentukan organisasi dan pelantikan majelis pengurus Masika ICMI Orda Takalar. Serta pihak-pihak lain yang tidak sempat saya sebutkan.

Dan kepada mereka yang baru saja dilantik, saya menyampaikan selamat dan semoga sukses dalam berkarya di MASIKA ICMI Orda Takalar. Semoga dalam waktu dekat ini akan dihasilkan rapat kerja yang akan dapat diketahui oleh masyarakat Kab. Takalar.

Demikianlah, mohon maaf bila dalam sambutan ini terdapat hal-hal yang tidak berkenan, terutama juga tentang proses-proses dan pelaksanaan acara ini dalam kaitannya dengan pengurus Masika ICMI Orwil Sulsel, saya memohon maaf sebesar-besarnya.

Terima kasih. Billahit Taufiq wal Hidayah
Wassalmu Alaikum Wr. Wb.


Maqbul Halim

*) Dibacakan oleh Sekretaris MASIKA ICMI Sulsel pada pelantikan pengurus MASIKA ICMI Orda Takalar pada Sabtu, 11 Maret 2007 di Takalar.
Selengkapnya >>

Pilgub Sulsel

Pilkada langsung berguna untuk membebaskan rakyat menentukan pilihan-pilihannya. Tapi ternyata pilihan-pilihan itu dikendalikan oleh partai. Sementara, kepercayaan sebagian rakyat terhadap partai sangat memprihatinkan. Di parlemen, partai dengan congkak mementingkan kepentingan partai dan perutnya sendiri.

Oleh karena itu, apakah rakyat ingin terjerembap ke mulut buaya, yakni mulut partai yang tidak lagi dipercaya itu? Apakah warga Sulsel ingin memilih calon yang diusung oleh partai yang secara rutin dan sistematis membohongi mereka? Apakah tidak cukup derita rakyat yang dihasilkan oleh jalinan dusta antara legislatif dan eksekutif yang disponsori oleh partai?

Sebaiknya, rakyat bersatu meninggalkan perhelatan Pilkada Gubernur Sulsel 2007 yang hanya mengurusi kepentingan partai yang penuh aib itu. Rakyat tidak punya kepentingan pada Pilgub Sulsel 2007. Rakyat Sulsel tidak mungkin tertolong oleh Pilgub Sulsel 2007 karena pilihan mereka telah diamputasi oleh partai.

Tidak mungkin Pilgub Sulsel 2007 dipercaya karena hanya untuk memenuhi kepentingan partai yang terang-terangan melukai hati rakyat. Mereka bangga dengan memperkaya diri sendiri dengan PP 37/2006, sambil memandangi rakyat meradang kelaparan. Partai-partai telah menempatkan manusia berhati singa-lapar di legislatif dan eksekutif.

Pilgub Sulsel 2007 tidak memperkenankan rakyat mengusung calonnya sendiri. Meski rakyat menghendaki, mereka harus berhadapan dengan KPU Sulsel yang secara terang berperilaku sebagai abdi partai sesuai undang-undang 32 Tahun 2004. Rakyat harus mengambil tindakan darurat. Keserakahan partai harus dihentikan. Biarkan Pilgub Sulsel 2007 merana terlantar bersama partai yang dipenuhi politisi berbusana alim. Rakyat mestinya memutuskan untuk mengembalikan kartu pemilihnya ke KPU Sulsel.

Rakyat Rugi

Setiap pilkada menjelang digelar, rakyat atau warga selalu diperlakukan seperti anak kecil oleh oleh politisi parpol, apalagi ketika ia menjadi kandidat. Mereka nekad menjual hampir semua miliknya untuk dibagikan kepada rakyat ketika pilkada, entah berbentuk beras, mie instan, dan seterusnya. Tetapi setelah ia terpilih, ia akan menjual harta rakyat dan sekaligus rakyat. Ia membagikan uang Rp 100 juta kepada rakyat, tapi kemudian merampok hak-hak rakyat sampai miliaran rupiah.

Mereka yang legislator tidak pernah jerah studi banding atau kunjungan kerja ke luar negeri. Ketika ia menginap di hotel bintang lima di Paris, London, Frankfurt, atau Amsterdam, ia tidak merasa bahwa biaya studi banding mereka itu setara dengan pembangunan infrastruktur yang pasti bermanfaat bagi kepentingan rakyat.

Calon Apes

Dalam Pilgub Sulsel, tak ada calon yang normal dan sehat secara finansial. Mereka semua sudah diperah tanpa ampun oleh partai-partai yang mengusungnya. Ketika seseorang keluar sebagai calon yang diusung oleh partai atau aliansi berberapa partai, ia sesunggunya sudah puyeng dan oleng: emosinya bergolak karena ia baru saja kemalingan dalam ajang penjaringan calon. Ia hampir kehilangan segala hartanya sebelum Pilgub Sulsel 2007 dimulai. Ia mungkin hanya makan nasi bungkus, ketika ia menyendiri.

Sang calon menggelontorkan pundi-pundi harta miliknya sendiri, keluarganya, dan teman-temannya. Ketika sang calon terpilih, seperti orang mabuk sekaligus kesurupan, ia berubah menjadi binatang buas dan tamak. Ia seperti kelinci bermulut buaya. Ia seperti musang bermulut harimau. Ia menjadi ustad pengumbar dendam. Ia menjadi orang alim berhati busuk. Ia kesetanan. Ia merampas, merampok, menodong. Tapi ia tetap sembahyang, berhaji, berzakat, membangun mesjid.

Situasi di atas adalah sesuatu yang niscaya setiap pilkada menghasilkan kepala daerah. Ini bukan ramalan, karena Pilgub Sulsel hanya mengulang fakta-fakta empiris hasil pilkada sebelumnya. Rakyat Sulsel tidak perlu menjadi sangat bodoh dan goblok untuk berpilkada. Bukankah semua sudah jelas: apapun Pilgub Sulsel 2007, semua hasil dan manfaatnya cuma menguntungkan kepentingan politisi dan partai politik.

Manfaat Pilgub Sulsel bagi rakyat hanyalah cerita yang selalu berakhir tangis dan kesedihan rakyat. Hasil Pilgub Sulsel tidak lebih dari sebuah kotak pandora. Tapi ia juga bukan buah simalakama: ikut pilkada mati ayah dan ibu, tidak ikut pilkada tidak dapat mie instan dan beras.

Dari mana sesungguhnya berasal untaian kekaguman kepada tokoh-tokoh sejenis Amin Syam, Syahrul Yasin Limpo, Agus Arifin Nu’man, Azis Kahar, M. Room, Mansyur Ramli, Tamsil Linrung, Jalaluddin Rahman? Apa gerangan dari mereka yang kira-kira berguna bagi saya sendiri, keluarga, tetangga, handaitaulan, dan lain-lain di Sulawesi Selatan? Mereka berasal dari keluar-biasaan apa? Mereka telah melakukan apa? Apa yang mereka pikirkan tentang dirinya? Apakah mereka pernah mendapatkan kejujuran tentang apa yang dialergikan orang-orang pada diri mereka? Apa mereka-mereka itu adalah orang yang demi Tuhan dapat dipercaya? Kapan dan dimana kepercayaan di tangannya itu pernah terbukti?

Mereka hanya mewakili kebuasan, keserakahan, ketamakan. Mereka berbaju kepalsuan, kemunafikan, penipuan. Ketika Pigub Sulsel menjelang tiba, mereka berubah jadi alim, dekat pada ulama-ulama, akrab dengan rakyat, memamerkan kesedihan menyaksikan kemiskinan dan pengangguran di Sulawesi Selatan, melancarkan senyum tanpa henti kepada siapa pun tidak kenal siang atau malam gelap atau terang, dan seterusnya. Mereka berubah sekejap menjadi manusia setengah dewa yang merasa “hidup di hati rakyat” Sulawesi Selatan. Mereka berlomba menjadi pembicara seminar tiada henti sepanjang hari. Hanya karena ingin jadi Gubernur Sulsel 2007, di antara mereka yang memerankan hampir semua predikat dan sifat hidup manusia. Dalam waktu yang singkat, mereka menjadi dermawan, musisi/penyanyi, ucapan-upannya selalau diklaim akademik, pakar, orang alim, merakyat, berteman dengan petani, sejiwa dengan generasi muda, tidak bisa dipisahkan dengan olah-ragawan, style funky di usia tuanya, hanya menerima tamu di mesjid atau musollah, mendayung perahu bersama nelayan, berkepentingan terhadap kemajuan ummat, pengajur kebaikan, penulis kolom tetap surat kabar (kolumnis), menjadi orang sophis (sumber kearifan dan kebijakan), menyumbang belasan juta setiap jumatan di mesjid yang berbeda, beraliansi dengan aktivis-aktivis Ornop untuk membela rakyat kecil, mendampingi orang tua jompo dan anak sekolah menyeberang di jalan, dan seterunya. Semua kelakuan itu kian mempertebal kecurigaan, betulkah semua itu bisa dipercaya? Dan, siapa juga yang ingin bodoh mempercayai semua itu?

Saya kadang bertanya, apa kira-kira sikap Tuhan terhadap kelakuan mereka itu? Andaikan Tuhan berkehendak, mungkin mereka dijauhkan dari neraka. Mereka memiliki hampir semua sifat-sifat kenabian menjelang Pilgub Sulsel 2007. Mereka itu dibutuhkan oleh rakyat Sulsel! Mereka dibutuhkan oleh Tuhan karena suara rakyat adalah suara Tuhan, kata orang Yunani. Tuhan mungkin mendesain tempat khusus di Surga untuk mereka-mereka yang telah berbuat kepada rakyat Sulsel menjelang Pilgub 2007. Mereka menjadi Tamu Tuhan di Surga, baik yang kalah maupun yang menang dalam Pilgub Sulsel 2007. Derajat mereka diangkat, ke tingkat yang paling tinggi karena selain mereka baik pada rakyat Sulsel, mereka juga berilmu dan mengajarkan ilmunya melalui seminar-seminar dan kolom-kolomnya di surat kabar, serta petuah-petuanya di radio dan televisi. Mereka selalu menyanjung Tuhan, yang sebagian besar rakyat Sulsel betul-betul mempercayai-Nya, melalui baliho-baliho di permukaan bahu jalan. Mereka tidak peduli lagi Tuhan yang mana gerangan disanjung, yang penting bahwa Tuhan itu dikagumi dan disembah oleh rakyat Sulsel. Mereka hampir memeluk semua agama yang ada di Sulawesi Selatan. Andaikan banyak warga Sulsel yang menganut agama Yahudi, mereka juga kemungkinan ada niat memeluk agama Yahudi itu. Sekiranya ini semua betul pada mereka, saya kira tak akan Tuhan yang akan luput dan lalai memberi menghaturkan ucapan terima kasih kepada para cagub-cagub itu.

Tapi bisakah juga Tuhan bersikap sebaliknya? Tuhan misalnya murka karena Dia/Mereka (Tuhan) diperalat untuk Pilgub Sulsel 2007 dan lalu dipermainkan. Mereka sesungguhnya berhati iblis dalam busana agama. Keagungan Tuhan didesain untuk menyihir rakyat Sulsel agar ia dipilih pada Pilgub Sulsel 2007. Setelah salah seorang dari mereka memenangkan Pilgub Sulsel 2007, Tuhan pun ditertawai dengan memandang remeh rakyat yang pernah diakuinya sebagai pemegang suara Tuhan. Mereka yang kalah, lalu berdiri penuh amarah dan menghardik Tuhan dalam doanya yang tak beretika. Antara Tuhan dan politisi/cagub Sulsel 2007, siapa sesungguhnya yang lebih perkasa dari keduanya? Tapi, saya yakin Tuhan Maha Kuasa. Mereka yang calon itu, akan dimusnahkan. Sebelum musnah, mulut mereka akan digergaji dengan chinsaw karena ulahnya membohongi rakyat dan Tuhan melalui mulutnya. Kepala mereka akan di-oven pada suhu 200.000oC karena yang mereka pikirkan terus di kepala mereka hanyalah birahi politik dan kekuasaan. Kemaluan mereka akan dilumat oleh lintah secara pelan-pelan karena kemaluan itulah yang menelan ongkos dari hak-hak rakyat Sulsel. Mata mereka akan di-mixer karena mata itulah yang selalu digunakan untuk mengintip harta dan hak rakyat untuk mereka rampas kemudian. Mereka akan ditenggelamkan ke dalam kolam tinja karena mereka selalu menyepelehkan penderitaan rakyat Sulsel akibat banjir. Ya, rakyat Sulsel akan menjadikan keluarga-keluarga mereka yang perempuan sebagai pelacur pemuas sahwat birahi laki-laki hidung belang. Rakyat Sulsel akan menjadikan keluarga dan kebarabat mereka yang sudah pikun dan jompo sebagai kuli pelabuhan yang bekerja 1 x 24 jam. Rakyat Sulsel akan mengupas kulit tubuh kolega-kolega pengusaha dan politiknya untuk dijadikan jaket penahan dingin. Tak ada yang tersisa dari riwayat mereka, lekam dan lenyap dari kesadaran rakyat Sulsel. Mereka tertelan oleh Kemahakuasaan Tuhan. Ternyata, mereka bukan penghuni surga atau neraka. Mereka dibuatkan neraka khusus, di mana mereka akan bergabung dengan anggota legislatif penikmat pulus PP 37/2006.

Mereka tidak pernah sadar bahwa telah banyak waktu yang mereka lewatkan dan mereka sangat berguna bagi sebagian kecil orang. Sebagian kecil itu adalah kolega-kolega politiknya, pengusahanya, aktivis ornop dan wartawan peliharaannya, dosen-dosen perguruan tinggi yang selalu membuatkannya makalah, disertasi, dan artikel-artikel kolom surat kabar, serta naskah petuah bijaknya di televisi dan radio, ustad-ustad yang selama ini digaji untuk mendoakannya, pelacur-pelacur yang mereka genjot secara rutin di Jakarta, Surabaya, Bandung, Batam, Singapur, Malaysia, dan seterusnya. Mereka merekalah juga yang akan menikmati manfaat bila salah seorang dari mereka memenangkan Pilgub Sulsel 2007. Rakyat Sulsel hanya ada ketika Pilkada, Pemilu, Pilpres. Tetapi setelah itu semua usai, setelah Pilgub Sulsel 2007 usai, tak ada lagi rakyat. Yang ada hanya kontraktor, makelar proyek, universitas-universitas yang mempercanggih pengibulan rakyat Sulsel melalui Bapeda, pelacur, preman-preman, wartawan-wartawan harian terkemuka di Sulsel yang diternakkan oleh calon-calon, dosen-dosen yang melacurkan kecendekiawanannya.

Siapa dari mereka yang bakal cagub itu yang pernah peduli ketika pemda Sulsel kehilangan anggaran ratusan milyar rupiah akibat kebangkrutan PT Celebes Air Services? Siapa di antara mereka yang masih peduli setelah setahun berlalu namun masyarakat Sinjai dan Bantaeng masih merana dalam derita akibat banjir dan longsor tahun 2005? Siapa di antara mereka yang peduli ketika rakyat “menjerit protes” ketika setiap anggota DPRD Sulsel akan dikaruniai mobil Kijang Innova pada tahun 2006? Siapa di antara mereka yang peduli ketika Kajati dan Polda Sulsel tidak mampu menuntut para anggota DPRD Sulsel periode 1999-2004 yang koruptor itu? Siapa di antara mereka yang peduli terhadap saham Pemda Sulsel di GMTDC Tanjung Bunga yang kian menyusut akibat ulah praktik bisnis kotor Lippo Group? Siapa dari mereka yang pernah pasang dada membela para keluarga pensiunan tentara yang diusir oleh Kodam VII Wirabuana dari tempat yang mereka tinggali selama puluhan tahun dan pindah ke tempat yang tidak jelas? Siapa dari mereka yang pernah bersimpati terhadap nasib veteran tentara yang diusir dari rumahnya di Antang tahun 2002? Siapa dari mereka yang pernah peduli terhadap penggunaan preman-preman untuk memperlancar kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat Sulsel? Siapa dari mereka yang pernah mengutuk pejabat-pejabat pemerintah di Sulsel yang terjaring rasia narkoba? Siapa dari mereka yang pernah peduli terhadap birokrasi yang dikendalikan oleh istri pejabat yang tidak ada hubungannya dengan birokrasi? Siapa dari mereka yang peduli bahwa menjadi orang baik, alim, merakyat, berilmu, dermawan, tidak hanya sekadar menjelang Pilgub Sulsel misalnya? Siapa di antara mereka yang pernah peduli dengan memberi dukungan moril secara terbuka kepada Kejari dan Kejati yang bergelut menuntut bupati-bupati di Sulsel yang diduga melakukan tindakan korupsi? Siapa dari mereka yang peduli terhadap warga Sulsel yang dipekerjakan oleh pengusaha-pengusaha Sulsel dengan upah di bahwah Rp 600 per bulan dan tanpa perlindungan terhadap PHK dan keselamatan kerja? Siapa dari mereka yang peduli terhadap tenaga honorer yang dipekerjakan di kantor-kantor pemda di Sulsel yang honornya di bawah Rp 500 ribu per bulan? Siapa dari mereka yang peduli terhadap derita rakyat dengan cukup menggelar pesta sederhana resepsi pernikahan keluarganya? Siapa dari mereka yang pernah peduli terhadap jalan-jalan propinsi yang rusak dengan cara mengurangi perjalanan dinasnya menjelang pilgub Sulsel 2007? Siapa di antara mereka yang peduli terhadap ustad-ustad sempalan yang menjual syariat Islam untuk menjadi calon gubernur Sulsel 2007?

Mereka semua berkomitmen untuk peduli dengan itu melalui ucapan-ucapan manisnya menjelang Pilgub Sulsel 2007? Tapi sebelum itu, mereka sesungguhnya tidak melakukan apapun. Mereka tidak berarti terhadap masalah itu. Mereka hanya mengumbar, tapi masa lalunya yang membuat rakyat tidak mempercayai mereka. Mereka itu buta hati sehingga tidak mengenali dirinya. Atau, mereka mungkin mengenali dirinya tetapi birahi politiknya lebih kuat. Sebagian dari mereka adalah pejabat-pejabat pemerintah, tapi tak penah berguna bagi rakyat. Ia kerap hadir di tengah-tengah rakyat tetapi tidak menjadi inspirator sehingga eksistensi pemerintah selalu hadir di tengah permasalahan dan derita rakyat Sulsel. Mereka hanya bersolek di tengah rakyat yang tertimpa musiba atau bencana namun tidak bisa berperan sebagai pemerintah. Sebab, pemerintahan di bawah kendali mereka hanya bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri, kolega politiknya, partai politiknya, kontraktor mereka, pengusaha mereka, jejaring keluarga mereka, dan seterusnya. Mereka sebagai pejabat pemerintahan tidak pernah terbukti mampu memberikan perlindungan kepada rakyat yang mengadapi permasalahan hidup, mereka hanya mampu berpakaian safari dengan logo pemda di dada datang menghibur rakyat, bukan melindungi. Mereka datang ke lokasi bencana di Sinjai misalnya untuk menebar pesona, mengumbar senyum, berlagak baik dan ramah, penderma dan sebagainya. Jadi, mereka tidak lebih dari manusia buruk.

Keuntungan apa yang pernah diperoleh rakyat di kabupaten-kabupaten Sulawesi Selatan yang pernah mereka pimpin sebagai bupati? Mereka tidak melakukan apa-apa ketika itu selain sebagai petugas administrasi belaka. Mereka malah kerap menjadi penyebab jerit rakyat setiap tiba 17 Agustus atau ketika jatuh tempo pembayaran PBB. Mereka mengintimidasi warga kabupaten yang mereka pimpin untuk mengeluarkan ongkos memperbaiki cat rumah mereka, beli ini dan itu untuk pekarangan rumah, mencat pagar, dan sebagainya hanya untuk memenangkan lomba. Sementara warga kabupaten mereka yang mememuhi semua itu belum tentu mampu makan beras tiga kali sehari. Pada gilirannya, ketika kabupaten memenangi lomba, yang menikmati penghargaan adalah mereka yang menjadi bupati ketika itu, bukan rakyat yang mengeluarkan ongkos untuk perlombaan itu. Tidak, tidak, mereka tidak berguna bagi warga kabupaten ketika mereka menjadi bupati. Bahkan, mereka kerap nyambi sebagai biro jasa yang dimanfaatkan oleh pengusaha dan investor untuk membeli murah tanah rakyat dengan cara menindas di kabupaten yang mereka pimpin. Mereka itukah yang akan kita percaya menjadi gubernur Sulsel?

Termasuk ketika mereka menjadi legislator atau pimpinan DPRD, mereka pasti berbohong bila pernah ada kepentingan rakyat yang pernah diperjuangkannya dan kemudian dijalankan oleh pemerintah daerah.

Kalau kondisinya demikian, apa yang ada dalam pikiran orang-orang yang fanatik terhadap orang-orang yang bakal calon Pilgub Sulsel 2007 yang ada sekarang ini? Apa yang dipikirkan dan yang dikejar oleh dosen-dosen perguruan tinggi yang berkerumun bagai laron di sekitar orang-orang itu? Apakah mereka yang berkerumun itu adalah orang-orang oportunis? Atau mereka adalah bagian dari sistem yang dijalankan oleh calon-calon ini untuk mendustai rakyat Sulsel? Dimana letak kesadaran orang-orang yang menjadi tim sukses mereka? Tidak cukupkah kebohongan yang mereka peragakan selama ini? Kapan kepura-puraan mereka akan berakhir? Mengapa mereka yang bakal calon itu datang lagi sebagai noda hitam bagi Pilgub Sulsel 2007? Tidakkah lebih baik bagi mereka menghentikan niatnya dan membiarkan Sulsel membaik tanpa kehadiran mereka yang justru membebani kehinaan akibat kemiskinan bagi rakyat Sulsel? Sadarkah orang-orang yang memberikan dorongan bagi mereka untuk menjadi calon pada pilgub Sulsel 2007? Mengapa ada orang-orang yang berpikiran maju rela menjadi pembuat naskah petuah sang calon di radio dan televisi? Setia membuatkan kolom tetap di surat kabar? Mengapa ada orang-orang yang tega menjerumuskan dirinya ke lembah kehinaan dan nista dengan cara seperti itu?

Jika mereka tetap tidak mengurungkan niatnya, maka tak ada lagi harapan bagi warga Sulsel untuk melihat propinsinya mengalami kemajuan. Rakyat memang bergembira pada pesta Pilgub Sulsel 2007, tetapi sesungguhnya rakyat merayakan awal penderitaan dan kemunduran.
Selengkapnya >>

follow me @maqbulhalim