SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Minggu, 30 Juli 2006

Dari Dialog Nuansa Etnis Dalam Realitas Media (Kasus Latimojong)

Kamis, 27-07-2006
Jurnalisme Damai Penting Redam Konflik

Kasus Latimojong Makassar, yang terjadi Mei 2006 lalu, yang dinilai berpotensi mampu menyulut timbulnya konflik etnis di Makassar, rupanya berhasil diredam. Bukan hanya karena ketegasan aparat kepolisian, namun peran media dalam meredam kasus tersebut patut di ajungi jempol.

Apa dan bagaimana kasus Latimojong hingga dijadikan studi kasus pengembangan jurnalisme damai, berikut laporannya.

Laporan: FAHMI

Hasil penelitian Lembaga Study Informasi dan Media Massa (eLSIM) telah memberikan apresiasi yang tinggi atas upaya sejumlah media di Makassar yang telah mampu menjalankan jurnalisme damai hingga kasus Latimojong Makassar, Mei 2006 lalu, yang berpotensi menimbulkan koflik yang besar mampu teredam.

Menurut Maqbul Halim dari eLSIM, pemberitaan kasus Lantimojong yang didominasi dengan pemberitaan yang bertema meredam konflik telah ditonjolkan oleh kelima media yang ada di daerah ini.

Hal itu dikatakan saat menjadi panelis dalam dialog hasil penelitian tentang "Nuansa Etnis Dalam Realitas Media (Kasus Latimojong) di Hotel Aston, Rabu (26/7).

Dikatakan, dari hasil penelitiannya, sebanyak 31,2% atau sebanyak 20 berita yang telah mengambil aroma pemberitaan yang meredam konflik atas kasus Latimojong itu, disusul proses hukum dengan jumlah presentase berita mencapai 18,7% atau sekitar 12 item pemberitaan, kemudian aksi massa hanya 4,7% atau hanya Tiga berita yang diambil dari Lima media di Makassar.

"Pesan moral untuk lebih menghormati perbedaan dan pengakuan terhadap minoritas lebih banyak dalam pemberitaan atas kasus itu," katanya.

Selain itu, Maqbul mengakui kelima media yang ditelitinya telah memenuhi prinsip Cover Both Side atau keberimbangan pemberitaan. Dikatakan, dari 64 pemberitaan atas kasus latimojong, ada 42 item berita yang memenuhi prinsip Cover Both Side, sementara sisanya 21 berita dari kelima media masih belum memenuhi prinsip itu.

Senada dengan itu, peneliti eLSIM lainnya, Muliadi Mau, menuturkan, percikan api kasus Latimojong yang tak berhasil menyulut amarah dan anarkisme masyarakat tidak terlepas dari peran media di Makassar yang telah mampu mengemas dan menonjolkan pemberitaan yang damai.

Sementara itu, panelis lainnya, Sukriansyah S Latief, mengatakan, Sulsel khususnya Makassar telah punya sejarah kelam atas peristiwa etnis. Dan atas peristiwa itu, telah merusak tatanan ekonomi di Makassar bahkan di Sulsel pada waktu itu. Maka sejak itulah, kata Sukriansyah, ketika terjadi peristiwa yang memungkinkan terjdi kerusuhan seperti kasus Latimojong, maka media cetak di Makassar, tanpa dikomando atau adanya kesepakatan bersama, semuanya berupaya meredam aksi tersebut. "Kita tidak ingin kejadian peristiwa beberapa tahun lalu berulang," tandasnya.
()

Sumber:
http://ujungpandangekspres.com/view.php?id=6833
Tanggal 30 Juli 2006
Selengkapnya >>

Sabtu, 29 Juli 2006

Jurnalisme Damai Penting Redam Konflik

Dari Dialog Nuansa Etnis Dalam Realitas Media (Kasus Latimojong)
Kamis, 27-07-2006

Kasus Latimojong Makassar, yang terjadi Mei 2006 lalu, yang dinilai berpotensi mampu menyulut timbulnya konflik etnis di Makassar, rupanya berhasil diredam. Bukan hanya karena ketegasan aparat kepolisian, namun peran media dalam meredam kasus tersebut patut di ajungi jempol. Apa dan bagaimana kasus Latimojong hingga dijadikan studi kasus pengembangan jurnalisme damai, berikut laporannya.
Laporan: FAHMI

Hasil penelitian Lembaga Study Informasi dan Media Massa (eLSIM) telah memberikan apresiasi yang tinggi atas upaya sejumlah media di Makassar yang telah mampu menjalankan jurnalisme damai hingga kasus Latimojong Makassar, Mei 2006 lalu, yang berpotensi menimbulkan koflik yang besar mampu teredam.

Menurut Maqbul Halim dari eLSIM, pemberitaan kasus Lantimojong yang didominasi dengan pemberitaan yang bertema meredam konflik telah ditonjolkan oleh kelima media yang ada di daerah ini.

Hal itu dikatakan saat menjadi panelis dalam dialog hasil penelitian tentang "Nuansa Etnis Dalam Realitas Media (Kasus Latimojong) di Hotel Aston, Rabu (26/7).

Dikatakan, dari hasil penelitiannya, sebanyak 31,2% atau sebanyak 20 berita yang telah mengambil aroma pemberitaan yang meredam konflik atas kasus Latimojong itu, disusul proses hukum dengan jumlah presentase berita mencapai 18,7% atau sekitar 12 item pemberitaan, kemudian aksi massa hanya 4,7% atau hanya Tiga berita yang diambil dari Lima media di Makassar.

"Pesan moral untuk lebih menghormati perbedaan dan pengakuan terhadap minoritas lebih banyak dalam pemberitaan atas kasus itu," katanya.

Selain itu, Maqbul mengakui kelima media yang ditelitinya telah memenuhi prinsip Cover Both Side atau keberimbangan pemberitaan. Dikatakan, dari 64 pemberitaan atas kasus latimojong, ada 42 item berita yang memenuhi prinsip Cover Both Side, sementara sisanya 21 berita dari kelima media masih belum memenuhi prinsip itu.

Senada dengan itu, peneliti eLSIM lainnya, Muliadi Mau, menuturkan, percikan api kasus Latimojong yang tak berhasil menyulut amarah dan anarkisme masyarakat tidak terlepas dari peran media di Makassar yang telah mampu mengemas dan menonjolkan pemberitaan yang damai.

Sementara itu, panelis lainnya, Sukriansyah S Latief, mengatakan, Sulsel khususnya Makassar telah punya sejarah kelam atas peristiwa etnis. Dan atas peristiwa itu, telah merusak tatanan ekonomi di Makassar bahkan di Sulsel pada waktu itu. Maka sejak itulah, kata Sukriansyah, ketika terjadi peristiwa yang memungkinkan terjdi kerusuhan seperti kasus Latimojong, maka media cetak di Makassar, tanpa dikomando atau adanya kesepakatan bersama, semuanya berupaya meredam aksi tersebut. "Kita tidak ingin kejadian peristiwa beberapa tahun lalu berulang," tandasnya.()

Sumber: Ujungpandang Ekspres
http://ujungpandangekspres.com/view.php?id=6833
Tanggal 29 Juli 2006
Selengkapnya >>

Jumat, 28 Juli 2006

Dari Dialog Hasil Penelitian Nuansa Etnik dalam Realitas Media

(1) Media Lokal Mampu Redam Konflik Etnik
(27 Jul 2006, 56 x , Komentar)

FAJAR--Kematian Hasniati atau yang dikenal kasus Latimojong beberapa bulan lalu, nyaris menyulut kerusuhan besar di Makassar. Media yang kerap dipandang provokatif, ternyata mampu menyejukkan isu yang berbau SARA itu. eLSIM, sebagai Media Watch di Makassar, melakukan kajian di lima media lokal yang hasilnya didialogkan, kemarin.
============
Awal Mei lalu, kota Makassar sempat tegang. Kematian tragis Hasniati yang dilakukan majikannya Wandi, sempat menyulut amarah. Namun, bara konflik itu tak sempat melebar. Ini tak lepas dari pemberitaan media dalam mengemas isu.

Berita dikemas secara santun dan menggugah humanisme pembacanya. Media watch eLSIM (Lembaga Studi Informasi dan Media Massa) yang melakukan kajian pada empat media besar di Makassar, menyebut, sebagian besar telah menyuguhkan berita yang cover both side (pemberitaan berimbang).

Keempat media yang dikaji adalah; Harian Fajar, Pedoman Rakyat, Berita Kota Makassar, Tribun Timur, dan Ujungpandang Ekspress,

Hasil penelitian eLSIM mencatat, pada dialog yang digelar di Hotel Aston, Rabu kemarin, dari lima media cetak di Makassar tersebut Harian Fajar paling banyak memberitakan peristiwa Latimojong, dengan jumlah berita 20 item (31,3%) dari total 64 item berita tentang peristiwa Latimojong. Sedangkan Ujungpandang Ekspress, paling sedikit menurunkan berita tentang kasus ini, yaitu 6 item (9,4%).

Berita cenderung didominasi tema yang berupaya meredam konflik. Ditemukan sebanyak 20 berita (31,2%), proses hukum 12 item (18,7%). Berita yang cenderung bertemakan aksi massa hanya 3 item (4,7%). Harian Fajar lebih banyak menonjolkan pesan moral untuk menghormati perbedaan dan pengakuan terhadap minoritas. Sedangkan media lain, lebih memfokuskan pada upaya meredam konflik.

Beberapa penanggap juga hadir kemarin, termasuk akdemisi Unhas, Syamsuddin Aziz, Direktur Kelembagaan Komunikasi Sosial Depkominfo, Dr Udi Rusadi MS, dan Pemimpin Redaksi Harian Fajar Sukriansyah S Latief.

Hasil penelitian secara analisis isi dan analisis kuantitatif berita, yang dibeberkan Maqbul Halim dan Muliadi Mau, koordinator program eLSIM ditanggapi Sukriansyah. Menurut dia, kehadiran Media Watch sangat penting untuk memantau berita di media massa.

Tak menutup kemungkinan, kata Sukriansyah, kelalaian bisa dilakukan oleh media. "Meminimalisirnya, tentu amat dibutuhkan pemantau media," kata Sukriansyah.

Di Fajar, kata dia, metodologi bottom up diterapkan bagi wartawan, untuk melakukan perimbangan berita. Yakni, menghubungkan keinginan masyarakat dan kebijakan para elit. "Kepentingan media adalah untuk kepentingan masyarakat," tambahnya.

Kebenaran yang ada pada media, kata Sukriansyah, adalah kebenaran yang sifatnya fungsional bukan filosofis. Karena itu, objektivitas bukan tujuan, tapi Verifikasi kebenaran oleh wartawannya, apakah tetap relevan dengan kejadian yang ada atau sebaliknya.

Ditambahkan Syamsuddin Azis, objektivitas wartawan bisa diragukan. Karena ketika manusia terlibat, ada subjektivitasnya. Maka penelitian yang harus dilakukan adalah dengan mempertimbangkan semiotika, proses produksi berita, pemilihan foto, proses paradigmatik, dan proses framing sangat mengambil peran yang cepat. (*)

Sumber : LAPORAN HAPSA MARALA
Selengkapnya >>

follow me @maqbulhalim