SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Jumat, 10 Agustus 2001

Berita politik Memang Memikat

Adil Patu: Itu Kasus Hukum, bukan Politik

Dugaan keterlibatan Akbar Tanjung dalam skandal Bulog II nampaknya kian memanas. Skandal yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 40 miliar itu, menyedot perhatian banyak pihak. Kalangan media, cetak dan elektronik juga tidak melewatkan peristiwa “emas” ini. Patgulipat di Kejaksaan Agung dan Gedung DPR RI menjadi kiblat sebagian besar isi pemberitaan media seputar skandal yang hampir serupa yang pernah melorotkan reputasi Gus Dur sebagai presiden sebelumnya.


Beberapa kalangan melalui media massa memandang bahwa peristiwa ini biasa saja dibanding Baligate dan BLBI. Adanya indikasi bahwa dana untuk keamanan sembako itu mengalir ke pihak tertentu yang terkait langsung dengan kegiatan kampanye Partai Golkar, menyebabkan skandal ini mendapatkan sorotan bergitu luas. Apalagi, dugaan keterlibatan Akbar Tanjung menjadi penting karena statusnya sebagai Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua DPR RI.

Lembaga Studi Informasi dan Media Massa (ëLSIM) Makassar, sebuah lembaga yang bergerak di bidang penelitian berita dan advokasi media, melakukan riset terhadap isi pemberitaan harian FAJAR, Pedoman Rakyat dan KOMPAS tentang Bulogate II edisi 1 Nopember – 8 Desember 2001. Dalam riset tersebut ditemukan, sebagian besar berita-berita itu mengedepankan aspek politik ketimbang aspek hukum skandal tersebut. Dari 28 berita Bulogate II di Pedoman Rakyat, sejumlah 16 (57.14%) mengangkat aspek politiknya. Sedangkan aspek hukumnya cuma 12 (42.86%).

Menurut Abaraham Samad, koordinator Anti Corruption Committee (ACC) Sulsel, Bulgate II akan bernasib seperti Bulogate I, di mana kasus terakhir cuma diselesaikan melalui proses politik, tidak melalui proses hukum. “Ini menyangkut tindak pidana khusus korupsi. Jadi mesti diselesaikan melalui jalur hukum,” kata Abraham pada diskusi reguler Agedan Media di kantor ëLSIM pada hari Sabtu (8/12). Sekalipun demikian, Abaraham tetap setuju kalau ada juga penyelesaian melalui proses politik untuk Skandal Bulogate II. Alasannya, aparat kejaksaan misalnya tidak lagi menghadapi kendala psikologis.

Dalam kaitannya dengan pemberitaan media, menurut pengacara muda Makassar ini, berita-berita yang dimuat media akhir-akhir ini, cenderung terjebak pada issu politiknya saja dari Bulogate II. “Dulu, setelah Sidang Istimewa yang menggulingkan Gus Dur dari kursi kepresidenan, media massa tidak pernah lagi mengkover perkembangan proses hukum skandal Bulogate II. Akhirnya kasus itu terlewatkan dari perhatian publik tanpa ada penyelesaian hukum,” kata Abraham.

Seorang panelis lain pada diskusi tersebut, H. Ir. Adil Patu, melihat bahwa kasus yang diduga melibatkan Akbar Tanjung itu adalah kasus pidana korupsi. Untuk itu, kata anggota DPRD Prov. Sulsel tersebut, kasusnya diserahkan saja untuk diproses secara hukum. “Tidak ada relevansinya diselesaikan melalui jalur politik. Seperti membentuk pansus, karena ini kasus terjadi sebelum anggota DPR periode sekarang,” kata Adil Patu.

Menurut Adil Patu, kecenderungan media massa untuk mengedepankan proses politik skandal yang diduga melibatkan Akbar Tanjung ini, lebih didasarkan pada figur Akbar Tanjung sendiri. Dua status yang disandang Akbar Tanjung, sebagai Ketua Umum Golkar dan Ketua DPR RI, merupakan faktor yang menyebabkan pemberitaan media tentang Bulogate II cenderung mengekspos fenomena politiknya dari pada hukumnya. “Hal ini menjunjukkan bahwa kita belum serius hendak memberikan kewenangan kepada hukum untuk menyelesaikan persoalan-persoalan hukum,” tambahnya.

Kenderungan pemberitaan media itu, dalam penilaian Arqam Azikin, mahasiswa S2 Komunikasi Unhas, tidak termasuk kategori terjebak. Alasan Arqam, Bulogate II memang punya ekses dan peristiwa politik yang patut dan seharusnya diberitakan. (MH)

(Laporan Elsim yang dimuat pada MediaWatch Edisi VII/2001)
Selengkapnya >>

follow me @maqbulhalim